Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 dengan Menggunakan Pendekatan Kointegrasi dan Error - Correction Model (009)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia telah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi, ditandai dengan adanya dua negara adidaya sebagai representasi dari kedua sistem ekonomi tersebut. Amerika dan sekutu Eropa Baratnya merupakan bagian kekuatan dari sistem ekonomi kapitalis, sedangkan sistem ekonomi sosialis diwakili oleh Rusia dan Eropa Timur, Cina, serta Indocina seperti Vietnam dan Kamboja. Dalam perjalanannya, kedua sistem ekonomi tersebut gagal dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dunia akibat dampak sistem yang dikembangkannya. Karena kegagalan tersebut, maka para pendukung kedua sistem ekonomi tersebut melakukan modifikasi terhadap kedua sistem ekonomi tersebut. Sistem ekonomi kapitalis dimodifikasi menjadi sistem ekonomi yang selain menampilkan bentuk aslinya yaitu mengutamakan kebebasan individu dalam kepemilikan faktor-faktor produksi, juga telah memasukkan variabel asas distribusi keadilan ke dalam sistem ekonominya. Sedangkan sistem ekonomi sosialis dimodifikasi menjadi Neososialis dengan kecenderungan kearah mekanisme pasar.

Meskipun modifikasi dari kedua sistem telah dilakukan, kedua sistem ekonomi yang lebih baru tersebut belum mampu untuk mencari solusi dari krisis dan problematika dunia seperti inflasi, krisis moneter internasional, problematika utang negara berkembang, dan lain-lain. Sehingga muncullah pemikiran-pemikiran kritis dari berbagai kalangan untuk menemukan sistem ekonomi dunia yang dapat menyejahterakan masyarakat atas dasar keadilan dan persamaan hak. Dan diantara pemikiran-pemikiran tersebut yang mendapat banyak perhatian oleh berbagai kalangan adalah sistem ekonomi Islam.

Ilmu ekonomi moneter Islam sebagai salah satu cabang dari ilmu ekonomi Islam memandang bahwa keberlangsungan persoalan dan dalamnya krisis moneter internasional pada dasarnya karena ada sesuatu yang salah. Menurut Umer Chapra, kesalahan yang umumnya dilakukan yaitu bahwa akar permasalahannya hanya dicari pada symptom (gejala), seperti ketidakseimbangan anggaran, ekspansi moneter yang berlebihan, neraca pembayaran yang begitu besar, naiknya kecenderungan proteksionis, tidak memadainya bantuan asing, dan kerjasama internasional yang tidak mencukupi. Akibatnya, penyembuhan hanya bersifat sementara dan beberapa saat kemudian, krisis muncul kembali, bahkan lebih mendalam dan serius.

Diduga permasalahan mendasar dari krisis moneter internasional adalah karena penerapan tingkat bunga yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Berbagai literatur yang ditulis oleh para ekonom seperti Muslehuddin (1974), Qureshi (1979), Kahf (dalam Khurshid, 1981), Siddiqi (1981), Chapra (1985 dan 1986), Maurice Allais (1993), Mills dan Presley (1997), dan Choudry dan Mirakhor (1997) tidak menyetujui perekonomian yang bertumpu pada interest rate karena akan terjadi misalokasi sumber daya yang pada gilirannya cenderung akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Enzler Conrad dan Johnson (dalam Chapra, 1996) menemukan bukti kuat bahwa di AS telah terjadi misalokasi dana modal di antara sektor-sektor ekonomi dan jenis modal. Dengan terjadinya misalokasi dana yang disebabkan oleh suku bunga berpengaruh terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dari suatu negara, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimum, pemerataan distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.

Manajemen moneter yang berdasarkan bunga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan pemerataan distribusi pendapatan karena penyaluran pinjaman dengan bunga tertentu ditetapkan berdasarkan kemampuan peminjam memberikan jaminan kredit guna meng-cover pinjaman yang diberikan dan kecukupan cash flow untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dikarenakan hal tersebut, maka dana akan mengalir cenderung pada golongan kaya yang umumnya mampu memenuhi syarat jaminan tersebut. Namun, golongan kaya umumnya memanfaatkan dana tersebut tidak hanya untuk investasi yang produktif, tetapi juga untuk conspicuous consumption (konsumsi barang lux, barang yang hanya untuk simbol status dan pengeluaran yang tidak bermanfaat) dan spekulasi. Hal ini mengakibatkan cepatnya ekspansi money demand untuk keperluan yang non-produktif dan pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaat, yang pada gilirannya memperkecil ketersediaan dana untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan pembangunan. Keadaan ini akan membuat golongan miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan pokok karena sulitnya golongan ini memenuhi syarat tersebut di atas dan terlebih lagi dengan semakin berkurangnya dana untuk kebutuhan pokok tersebut. Penyaluran pinjaman yang sedemikian rupa mengakibatkan semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan kekayaan.1 Selanjutnya, dari sisi pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pola conspicuous consumption ini akan menyebabkan masyarakat mengurangi tingkat tabungannya, sehingga akan meningkatkan suku bunga, menurunkan kwalitas maupun kuantitas investasi, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.

Selain itu, manajemen moneter berbasis bunga juga akan mengakibatkan tingginya ketidakpastian pada pasar keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pencapain stabilitas dalam perekonomian. Sebagaimana dinyatakan oleh Milton Friedman dan L.A. Iacocoa. Milton Friedman mengatakan bahwa faktor penyebab perekonomian AS begitu sukar diperkirakan adalah karena perilaku suku bunga yang sama-sama tidak bisa diperkirakan. Mr. Iacocoa, pemimpin perusahaan Chrysler Corporation, mengamati bahwa suku bunga telah menjadi sedemikian mudah berubah sehingga tak seorang pun dapat melakukan perencanaan untuk masa depan.

Tingginya tingkat perubahan pada suku bunga menginjeksikan ketidakpastian yang besar dalam pasar investasi sehingga mendorong borrower dan lender mengalihkan tujuan pasar mereka, dari tujuan pasar utang jangka panjang kepada pasar utang jangka pendek yang berbau spekulasi, sehingga secara fundamental mengubah keputusan-keputusan investasi para pelaku bisnis. Di mana pelaku bisnis lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditi, saham, valuta asing, dan keuangan. Kondisi seperti ini akan membuat pasar-pasar tersebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini.

Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Bank for International Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta asing mencapai $1, 230 miliar per hari kerja pada bulan April 1995, yang berbeda jauh dibandingkan pada bulan April 1989 yang masih $620 miliar per hari kerja. Allais (1993) juga menemukan bahwa speculative cash flow dari negara-negara G-7 adalah 34 kali dibandingkan flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen moneter berbasis bunga mengakibatkan ketidakstabilan bagi perekonomian secara keseluruhan karena efeknya yang positif terhadap peningkatan kegiatan-kegiatan yang non-produktif dan spekulatif.2 Sebagaimana dinyatakan oleh Maurice Allais (1993) yang merupakan pemenang nobel pada tahun 1988 berpendapat sebagai berikut:

Be it speculation on currencies or speculation on stocks and shares, the world has become one big casino with gaming labels distributed along every latitude and longitude. The game and the bids, in which millions of players take part, never cease. The American quotations are followed by those from Tokyo and Hongkong, from London, Frankfurt and Paris. Everywhere speculation is supported by credit since one can buy without paying and selling without owning.

Suku bunga, baik yang tinggi maupun yang rendah, implikasinya buruk terhadap kesehatan perekonomian. Suku bunga yang tinggi akan merugikan pengusaha dan dalam perekonomian kapitalis suku bunga merupakan penghambat utama investasi dan formasi modal. Akibat dari tingkat bunga yang tinggi tersebut antara lain menurunkan tingkat produktivitas, kesempatan kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi. Tingkat suku bunga yang rendah juga sama jeleknya. Kalau tingkat suku bunga yang tinggi akan merugikan pengusaha, maka tingkat suku bunga yang rendah akan merugikan penabung terutama penabung kecil yang menginvestasikan dana pada instrumen berbasis bunga. Tingkat bunga yang rendah akan merangsang pinjaman untuk tujuan-tujuan konsumsi, baik sektor publik maupun swasta. Karena itu, akan meningkatkan tekanan inflasioner. Selain itu, tingkat bunga yang rendah akan mendorong investasi-investasi yang tidak produktif dan meningkatkan spekulasi pada bursa dan pasar komoditas. Suku bunga yang rendah juga akan mendorong kegiatan investasi yang terlalu menghemat tenaga kerja sehingga akan menimbulkan pengangguran. Karena itu, dengan menimbulkan distorsi pada harga modal, tingkat bunga yang rendah telah merangsang konsumsi yang bersifat inflasioner, mengurangi rasio tabungan kotor, menurunkan kualitas investasi, dan menciptakan kelangkaan modal. Ekuilibrium yang diidam-idamkan di mana suku bunga tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, hanyalah impian para teoretikus. Karena itu, menurut Umer Chapra, obat terbaik bukanlah sekadar mereduksi suku bunga saja karena hal ini tidak akan menghilangkan ketidakpastian masa depan, mengingat adanya defisit anggaran yang tinggi di beberapa negara industri utama

Dalam sebuah perekonomian Islam yang bebas bunga, kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat non-produktif seperti spekulasi kurang begitu berarti karena diharamkannya penggunaan instrumen bunga dalam aktivitas perekonomian. Sehingga dalam ekonomi Islam, permintaan akan dana untuk investasi merupakan bagian dari permintaan transaksi total dan akan bergantung pada kondisi perekonomian dan laju keuntungan yang diharapkan yang tidak ditentukan di depan. Mengingat harapan terhadap keuntungan tidak mengalami fluktuasi harian atau mingguan seperti suku bunga, maka permintaan agregat kebutuhan transaksi cenderung relatif lebih stabil. Sehingga kecepatan peredaran uang dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.

Karena itu, variabel yang dipakai dalam suatu kebijakan moneter dalam sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang (stock of money) daripada suku bunga. Tujuan dari kebijakan moneter Islam adalah menjamin bahwa ekspansi moneter ridak bersifat “kurang atau berlebihan”, tetapi cukup untuk sepenuhnya mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplai barang dan jasa bagi kesejahteraan yang berbasis luas. Laju pertumbuhan yang dituju harus bersifat berkesinambungan, realistis, serta mencakup jangka menengah dan panjang, dan tidak kurang realistis dan sukar diperkirakan.3

Dengan tidak adanya suku bunga, uang beredar dapat diatur oleh bank sentral menurut kebutuhan sektor riil perekonomian dan sasaran-sasaran masyarakat muslim. Pertumbuhan dalam M dapat diatur untuk merealisasikan sasaran kesejahteraan berbasis luas dengan suatu laju pertumbuhan yang optimal, tetapi realistis dalam konteks stabilitas harga. Target dalam M ini akan dapat dicapai dengan menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan dalam high-powered money melalui suatu kombinasi defisit fiskal dan pinjaman mudharabah oleh bank sentral kepada lembaga-lembaga finansial.

Jadi, dengan dihapuskannya instrumen bunga dalam manajemen moneter akan mengurangi salah satu sumber utama ketidakpastian dalam perekonomian. Karena bunga adalah akar dari ketidakpastian dan ketidakpastian adalah sumber utama inefisiensi ekonomi dan terutama akan menyulitkan dalam melakukan forecasting.

Secara sederhana, keuntungan dari manajemen moneter bebas bunga antara lain:

a. Manajemen moneter bebas bunga akan membantu pertumbuhan yang lebih sehat dalam uang beredar.

b. Manajemen moneter bebas bunga akan meminimalkan permintaan uang untuk keperluan yang tidak esensial dan mubazir serta pembiayaan bagi proyek-proyek yang meragukan dan sia-sia.

c. Manajemen moneter bebas bunga akan menimbulkan peningkatan dalam aliran pembiayaan bagi tujuan-tujuan produktif disamping distribusinya yang luas di kalangan sejumlah pelaku binis dan memperbaiki alokasi di antara berbagai sektor ekonomi.

d. Instabilitas yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan dalam suku bunga dan fluktuasi dalam pengeluaran agregat, akan dapat dikurangi secara substansial.

Dengan demikian, manajemen moneter bebas bunga akan menciptakan suatu tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang akan menimbulkan suatu dimensi yang sehat dalam perekonomian dengan keterkaitan yang kuat antara sektor moneter dan riil.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian superioritas sistem moneter bebas bunga layak untuk diteliti. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian secara empiris di Indonesia dan Malaysia. Indonesia dan Malaysia menurut penulis mampu mewakili aktivitas perekonomian dari kedua sistem moneter, yaitu sistem moneter konvensional dan sistem moneter bebas bunga. Periode yang dipilih adalah tahun 1980-2000 dengan alasan ketersediaan data dan rentang waktu yang cukup panjang untuk meneliti efisiensi dalam sistem moneter bebas bunga. Sehingga judul yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah:

“Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga:

Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 dengan Menggunakan Pendekatan Kointegrasi dan Error - Correction Model”

1.2 Identifikasi Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penelitian ini akan menganalisis secara empiris superioritas sistem moneter yang bebas bunga dalam menciptakan stabilitas perekonomian di Indonesia dan Malaysia periode 1980-2000, dan permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perbandingan efisiensi antara sistem moneter bebas bunga dan sistem moneter konvensional di Indonesia dan Malaysia periode 1980-2000?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menyajikan secara empiris perbandingan efisiensi antara sistem moneter konvensional dengan sistem moneter bebas bunga.

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Definisi Efisiensi

Penulis mendefinisikan efisiensi dengan menghubungkannya kepada tiga hal, yaitu:

1. Stabilitas velocity of money (Thornton, 1983, Darrat, 1988, Hassan dan Aldayel, 1998).

Tujuan pokok dari kebijakan moneter di beberapa negara adalah pencapaian stabilitas harga dan atau GDP riil yang tinggi. Hal ini hanya bisa dicapai hanya jika V stabil sepanjang waktu. Dengan adanya stabilitas pada velocity of money, maka otoritas moneter dapat menggunakan money supply untuk mengontrol kegiatan perekonomian secara keseluruhan dan begitu pun juga tingkat pertumbuhan GDP (Blanchard dan Fisher, 1989). Instabilitas pada velocity of money akan melemahkan keterkaitan antara money stock (Ms) dan pendapatan nominal (Y), dan selanjutnya akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara keseluruhan dan instabilitas pada sektor keuangan. Bahkan, kekeliruan dalam meramalkan velocity of money dapat menyebabkan kebijakan moneter menjadi keliru, siklus inflasi yang sangat tinggi dan atau tingkat pengangguran yang tinggi.

2. Kemampuan mengontrol agregat moneter (Havrilesky dan Boorman, 1980, Mc Callum, 1989).

Pendekatan konvensional secara umum mengasumsikan bahwa otoriras moneter mengontrol agregat moneter melalui monetary base (MB). Hal ini disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan umum bahwa kemampuan mengontrol agregat moneter diukur dengan menggunakan tingkat korelasi secara statistik antara agregat moneter dengan monetary base.

3. Keterkaitan antara agregat moneter dan tujuan utama dari kebijakan moneter (Zaki, 1995, Darrat, 2000).

Tujuan utama dari kebijakan moneter diasumsikan adalah untuk menciptakan stabilitas harga. Hal ini didasarkan pada teori bahwa pada jangka panjang, antara inflasi dan tingkat pertumbuhan uang memiliki korelasi yang kuat.

1.4.2 Definisi Interest-Free Money Stock dan Interest Money Stock

Dalam membedakan mana yang termasuk interest-free money stock dan interest money stock, penulis melakukan pendekatan definisi uang dari perspektif teori moneter.

Secara teori uang ada yang didefinisikan sebagai narrow money (uang dalam arti sempit) dan juga Quasi-Money. Narrow money atau M1 terdiri dari uang kartal (currency) ditambah simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit).

M1 = C + DD

di mana:

v C adalah currency (uang kartal)

v DD adalah demand deposit (uang giral)

Uang kartal (uang kertas dan uang logam) adalah uang yang benar-benar merupakan daya beli yang langsung digunakan (dibelanjakan). Kemudian, yang perlu diperjelas lagi adalah kategori yang termasuk dalam demand deposit. Demand deposit atau uang giral hanya mencakup saldo rekening koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank dan yang dimaksud saldo di sini adalah uang milik masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk membayar atau berbelanja.

Selanjutnya, Quasi-money, dalam hal ini penulis menyebutnya sebagai QM yang terdiri dari time deposit dan saving deposit.

QM = TD + SD

di mana:

v TD adalah time deposit (deposito berjangka)

v SD adalah saving deposit (saldo tabungan)

Masyarakat menempatkan uangnya dalam bentuk time deposit atau saving deposit karena simpanan ini memberikan bunga.

Dari definisi di atas, maka penulis mengikuti pendapat Ali F. Darrat, Professor Economics and Finance Louisiana Technology University, USA, bahwa elemen-elemen dalam M1 belum mengandung unsur-unsur bunga. Sehingga penulis menganggap bahwa M1 merupakan proksi yang paling tepat dari interest-free money stock. Sedangkan proksi untuk interest money stock adalah Quasi-money karena elemen-elemen Quasi-money mengandung unsur bunga di dalamnya.

1.4.3 Teori Kuantitas Uang Klasik

Teori kuantitas uang adalah teori yang menjelaskan bagaimana nilai nominal pendapatan agregat ditentukan. Oleh sebab itu, teori kuantitas uang juga menjelaskan seberapa besar uang yang harus dipegang dengan jumlah pendapatan agregat yang tetap. Hal terpenting dari teori ini adalah bahwa tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan akan uang.

Teori ini pada awalnya diperuntukkan untuk menerangkan peranan uang dalam perekonomian. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:

M V = P T

di mana :

v M = total money stock

v V = velocity of circulation

v P = tingkat harga

v T = total volume transaksi

Persamaan di atas secara sederhana menegaskan bahwa total uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan sama dengan nilai moneter dari semua barang dan jasa yang diperdagangkan. Selain itu, persamaan kuantitas di atas dapat juga diartikan menjadi sebuah teori yang berbunyi bahwa perubahan kuantitas uang akan mempengaruhi tingkat harga dengan menganggap bahwa velocity of money dan total volume transaksi konstan.

Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti dengan Y karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan dengan mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga persamaan diatas menjadi :

M V = P Y

Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan, dan tingkat bunga tidak mempengaruhinya. Selanjutnya, karena ekonom-ekonom aliran Klasik termasuk Irving Fisher menganggap bahwa upah dan harga sangat fleksibel, maka mereka percaya bahwa tingkat output agregat Y yang diproduksi dalam perekonomian akan tetap pada kondisi full employment, sehingga Y bisa dianggap konstan dalam jangka pendek. Dengan demikian, perubahan stok uang akan mempengaruhi tingkat output.

Kemudian, dalam versi Marshal dan Pigou dari Universitas Cambridge juga mengembangkan formulasi yang hampir sama dengan formulasi Irving Fisher (Md = k PY). Formulasi teori kuantitas uang versi Cambridge adalah :

Md = k P Y

Di mana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis persamaan Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher, tapi kita tidak bisa mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan Fisher bahwa dalam jangka pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan akan uang karena persamaan di atas filosofinya sangat berbeda. Ekonom Cambridge menganggap bahwa dalam jangka pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi, dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Ekonom Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus, permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.

Sebagai pengganti teori Fisher yang menekankan bahwa permintaan akan uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan, ekonom Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya.

Ekonom Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan masyarakat, dan ramalan/harapan (expectation) dari masyarakat mengenai masa depan. Faktor-faktor lain ini seperti tingkat bunga dan ekspektasi kemungkinan bisa berubah, meskipun dalam jangka pendek dan akan mempengaruhi permintaan akan uang seseorang, dan dengan demikian juga mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai kesimpulan, baik Fisher maupun ekonom Cambridge sependapat bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap pendapatan. Namun, terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau pendekatan Fisher menekankan pada faktor-faktor teknologi dan mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan akan uang. Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan pada adanya individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang dimiliki karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan (store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham, atau uang kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge juga tidak mengabaikan faktor tingkat bunga.

1.4.4 Teori Permintaan Uang Keynes

Menurut Keynes permintaan uang didorong oleh 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Motif transaksi (Transactionary motive)

Keynes berpendapat bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan akan uang untuk memenuhi tujuan transaksi. Selain itu, Keynes berpendapat pula bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi ini pun tidak merupakan suatu proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Tapi, Keynes tidak terlalu menekankan faktor bunga pada motif ini.

2. Motif berjaga-jaga (Precautionary motive)

Selain untuk keperluan transaksi, permintaan akan uang bertujuan untuk memenuhi kemungkinan yang tak terduga atau untuk melakukan pembayaran-pembayaran yang di luar rencana transaksi normal. Menurut Keynes, permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan akan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan orang tersebut dan mungkin dipengaruhi pula oleh (meskipun dianggap tidak kuat pengaruhnya) tingkat bunga.

3. Motif spekulasi (Speculative motive)

Motif dari pemegangan uang ini bertujuan untuk memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh seandainya si pemegang uang mampu meramal apa yang akan terjadi dengan benar. Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainty” dan “expectation” secara umum, tetapi ia membatasi “uncertainty” dan “expectations” pada satu variabel, yaitu tingkat bunga. Pada motif ketiga inilah tingkat bunga sebagai opportunity cost ditekankan oleh Keynes, dimana semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan uang untuk spekulasi, begitu juga sebaliknya.

Hal yang berbeda dinyatakan oleh Keynes sehubungan dengan kesimpulan dari formula Irving Fisher di atas. Keynes berpendapat bahwa perubahan tingkat bunga dapat mempengaruhi tingkat harga, meskipun kuantitas uang M masih tetap sebagai variabel kunci. Dengan kata lain, Keynes menyatakan bahwa selain kuantitas uang M, tingkat bunga juga bisa mempengaruhi tingkat harga.

Persamaan permintaan akan uang versi Keynes merupakan permintaan akan saldo riil, dimana permintaan seseorang untuk saldo riil tidak berubah apabila harga berubah. Permintaan uang untuk saldo riil/ real balances (Md/P) ditentukan dari besarnya pendapatan riil (Y) serta opportunity cost (i). Secara matematis formula Keynes untuk permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:

clip_image002clip_image004clip_image002[1]

Selanjutnya, dengan menarik fungsi preferensi likuiditas untuk velocity PY/M, kita dapat melihat bahwa teori permintaan uang Keynes berdampak bahwa velocity of money tidaklah konstan tetapi sebaliknya berfluktuasi dengan pergerakan tingkat bunga. Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulis kembali sebagai berikut:

clip_image006

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan di atas dengan Y dan menganggap bahwa Md dapat diganti dengan M karena pada saat pasar uang dalam kondisi ekulibrium jumlah uang M yang dipegang oleh masyarakat sama dengan jumlah permintaan uang Md, maka persamaan untuk velocity of money menjadi

clip_image008

Dari persamaan di atas diketahui bahwa permintaan uang berhubungan secara negatif dengan tingkat bunga; ketika i naik, f(i, Y) turun, oleh karena itu velocity of money juga naik. Dalam perkataan yang lain, kenaikan tingkat bunga mendorong masyarakat untuk memegang real money balances lebih sedikit pada tingkat pendapatan yang tetap. Sehingga tingkat perputaran uang menjadi lebih tinggi. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tingkat bunga memainkan peranan yang penting untuk mempengaruhi tingkat perputaran uang.

Lebih lanjut, model permintaan uang untuk spekulasi Keynes juga dapat menjelaskan kenapa perputaran uang berfluktuasi. Apa yang akan terjadi terhadap permintaan uang apabila tingkat bunga normal berubah? Misalnya, apa yang akan terjadi jika di masa yang akan datang masyarakat mengharapkan tingkat bunga normal lebih tinggi daripada tingkat bunga normal sekarang? Karena tingkat bunga diharapkan lebih tinggi di masa yang akan datang, maka masyarakat mengharapkan di masa mendatang harga obligasi turun sehingga para pemegang obligasi akan mengalami capital loss. Dengan demikian, memegang uang akan menjadi lebih menarik daripada memegang obligasi. Akibatnya, jumlah permintaan uang naik. Hal ini berarti bahwa f(i, Y) akan naik dan akibatnya velocity of money turun. Jadi, velocity of money akan berubah apabila ekspektasi tentang tingkat bunga normal di masa yang akan datang berubah, dan ketidakstabilan ekspektasi tentang pergerakan tingkat bunga normal di masa yang akan datang akan menyebabkan velocity of money menjadi tidak stabil pula.

1.4.5 Teori Kuantitas Uang Modern Friedman

Teori permintaan uang Friedman pada dasarnya menggunakan pendekatan yang kurang lebih sama dengan Keynes dan Ekonom Cambridge, tetapi tidak menjelaskan secara rinci alasan orang memegang uang. Meskipun demikian, Friedman membuat teori permintaan aset untuk menunjukkan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan permanen dan expected return on alternative assets relatif terhadap expected return on money.

clip_image010

di mana:

v Md/P = demand for real balances

v Yp = permanent income

v rm = expected return on money

v rb = expected return on bonds

v re = expected return on equity (common stocks)

v πe = expected inflation rate

Ada dua hal perbedaan yang mendasar antara teori Friedman dengan teori Keynes. Pertama, Friedman meyakini bahwa perubahan tingkat bunga hanya memiliki pengaruh yang kecil pada expected return aset-aset yang lain relatif terhadap uang. Yaitu apabila terjadi kenaikan dalam expected return pada beberapa aset yang lain selain uang sebagai akibat dari kenaikan tingkat bunga, maka akan diikuti pula kenaikan dalam expected return on money sehingga tingkat bunga sebagai faktor pendorong bisa dikatakan relatif konstan pengaruhnya terhadap permintaan uang. Jadi, dalam hal ini ia berlawanan dengan Keynes. Ia memandang bahwa tingkat bunga tidak peka terhadap permintaan uang.

Kedua, Friedman berbeda dari Keynes dalam hal penekanan fungsi permintaan uang. Menurut Friedman fungsi permintaan uang tidak mengalami fluktuasi yang tinggi dan oleh karena itu tingkat velositas uang stabil.

clip_image012

Dengan kedua perbedaan di atas Friedman menunjukkan bahwa velositas dapat diperkirakan karena fungsi permintaan uang yang dapat diprediksi secara akurat sebagai akibat dari hubungan antara Y dan Yp yang mudah diramalkan. Sehingga kesimpulan akhir dari teori Friedman ini serupa dengan intisari dari teori kuantitas sebelumnya bahwa uang adalah faktor utama yang mempengaruhi aggregate spending.

1.4.6 Pandangan Abdul A’la Maududi Terhadap Bunga 4

1.4.6.1 Teori Piutang Menanggung Risiko

Pelopor teori ini menegaskan bahwa kreditor menanggung risiko karena meminjamkan modalnya. Ia sendiri menangguhkan keinginannya semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modalnya yang mestinya dapat mendatangkan keuntungan. Jika pengutang menggunakan modalnya itu untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, ia harus membayar sewa atas modal yang dipinjam itu, sama halnya ia membayar sewa terhadap sebuah rumah atau perabotan maupun kendaraan. Sewa merupakan kompensasi terhadap risiko yang ditanggung oleh kreditor karena memberi pinjaman dan sekaligus imbalan karena ia memberikan pinjaman modalnya. Dan apabila peminjam menginvestasikan modalnya pada usaha-usaha yang dapat memberikan keuntungan, maka tidak berlebihan dan adil apabila pemberi pinjaman menuntut sebagian dari keuntungan tersebut.

Marilah kita analisis maksud daripada “risiko”. Memang benar bahwa pemberi pinjaman menanggung risiko serta mengorbankan sesuatu apabila ia meminjamkan modalnya kepada peminjam; tetapi dengan cara apapun, hal ini tidak memberikan hak kepada pemberi pinjaman untuk mengenakan harga 5 atau 10% pertahun atas risiko atau pengorbanannya. Pemberi pinjaman mempunyai alasan yang baik untuk menahan jaminan atas harta pengutang atau meminta garansi terhadap risiko yang ditanggungnya; atau jika ia tidak mau melakukan di antara pilihan tersebut, ia tidak mau mengambil risiko sama sekali dan menolak untuk memberikan pinjaman.

Tetapi risiko itu sendiri bukanlah barang komersial yang memunculkan harga, juga bukan sebagai perabotan atau kendaraan yang memungkinkan mendatangkan sewa. Pinjaman dapat dikatakan sebagai pengorbanan sepanjang pinjaman itu tidak dapat dianggap sebagai dagangan karena pinjaman tidak dapat dianggap sebagai pengorbanan maupun barang dagangan. Jika seseorang melakukan pengorbanan moral, maka ia harus puas dengan apa yang ia peroleh secara moral; apabila ia tidak boleh mengatakan sebagai pengorbanan melainkan harus sebagai suatu bisnis. Dan apabila ia menuntut imbalan ekstra yang melebihi modal pokok pertahun atau perbulan, ia harus memberikan alasan atas tindakannya itu dan menjelaskan mengapa ia meminta imbalan semacam itu?

Marilah kita meneliti dua aspek bunga – sebagai imbalan karena menahan diri atau sebagai bayaran sewa. Apakah bunga merupakan imbalan karena menahan diri? Sesungguhnya kreditor hanya meminjamkan sejumlah uang yang berlebih dari yang ia perlukan dan yang tidak digunakan sendiri. Oleh karena itu, tidak boleh dikatakan sebagai imbalan karena ia tidak menahan diri dari sesuatu yang memungkinkan dirinya menuntut imbalan.

Apakah bunga itu dikenakan sebagai pembayaran sewa? Sewa itu hanya dikenakan terhadap barang-barang, seperti rumah, perabotan, alat transportasi dan sebagainya, yang digunakan habis, rusak dan kehilangan sebagian dari nilainya selama digunakan. Biaya sewa yang dibayarkan itu layak terhadap barang yang susut, rusak dan memerlukan biaya perawatan terhadap barang tersebut. Tetapi barang-barang seperti makanan, emas, perak atau uang tidak dapat dikategorikan kedalamnya dan oleh karenanya sewa atasnya tidak punya dasar.

Sebagian besar para kreditor mengatakan bahwa ia memberikan kesempatan kepada peminjam untuk mencari keuntungan dari modalnya sehingga dengan begitu ia harus memberikan sebagian keuntungannya. Tetapi terhadap pinjaman konsumsi, alasan ini tidak berlaku karena peminjam biasanya orang miskin yang mengambil pinjaman untuk mengatasi masa-masa sulit dan tidak ada keuntungan yang dapat dibagikan.

Di dalam pinjaman produktif, terdapat dua kemungkinan yaitu memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika peminjam menjalankan bisnisnya mengalami kerugian, bagiamana dan dengan landasan apa kreditor dibenarkan menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam? Dan apabila keuntungan yang diperoleh sama atau kurang dari besarnya bunga setiap bulan atau tahun, maka bagaimana kreditor dibenarkan untuk mengambil bagian sedangkan ia sendiri tidak melakukan apa-apa; sementara peminjam yang bekerja keras meluangkan waktunya, kemampuan dan modal pribadi, setelah pengorbanan itu semua, tidak memperoleh apa-apa.

Kalaupun keuntungan yang diperoleh peminjam itu lebih besar dari jumlah bunga yang harus dibayarkan, tidak dibenarkan baik dengan akal, rasa keadilan, prinsip-prinsip perdagangan dan ekonomi bahwa pedagang, industrialis, petani serta faktor-faktor produksi lainnya, yang telah menghabiskan waktu, tenaga, kemampuan dan sumber lain daripada jasmani dan mentalnya, untuk mengeluarkan atau menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat, yang kemungkinan memperoleh keuntungannya tidak tetap, sedangkan kapitalis memperoleh jaminan bunga yang tetap dan pasti. Besarnya keuntungan bagi semua agen mengalami naik turun sejalan dengan perubahan harga tetapi bunga bagi kapitalis tetap saja dan dibayar secara tetap setiap bulan atau setiap tahun dalam keadaan bagaimanapun.

Tetapi jika kreditor menginginkan modalnya harus diinvestasikan pada usaha-usaha yang menguntungkan sehingga memungkinkan ia memperoleh keuntungan, satu-satunya cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan memasuki suatu partnership, dengan businessman, dan bukannya dengan meminjamkan modal dengan menarik bunga.

1.4.6.2 Teori Peminjam Memperoleh Keuntungan

Para pelopor pemikiran ini mengatakan bahwa dengan “menunggu” atau “menahan diri” dalam suatu periode tertentu dan tidak menggunakan modalnya sendiri untuk memenuhi keinginannya sendiri, kreditor memberikan “waktu” kepada peminjam untuk menggunakan modalnya untuk memperoleh keuntungan. “Waktu” itu sendiri mempunyai “harga” yang meningkat sejalan dengan periode waktu. Jika peminjam tidak diberikan batasan waktu untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan modal yang dipinjamnya, ia tidak akan mampu memperoleh keuntungan dan bahkan seluruh bisnisnya bisa hancur karena kekurangan modal. Masa di mana peminjam menginvestasikan modalnya, mempunyai “harga” tertentu baginya dan ia akan menggunakannya untuk memperoleh keuntungan. Maka tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh menikmati sebagian dari keuntungan peminjam. Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa kemungkinan naik turunnya keuntungan sejalan dengan naik turunnya waktu dan tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh mengenakan harga (waktu) sesuai lamanya waktu.

Tetapi lagi-lagi pertanyaan bagaimana dan darimana sumbernya kreditor itu mendapatkan informasi bahwa peminjam itu nyata-nyata memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian dengan investasi modal pinjamannya itu? Bagaimana ia mengetahui bahwa peminjam itu akan memperoleh keuntungan yang pasti sehingga dengan begitu ia menetapkan bagian keuntungan tersebut? Dan bagaimana dapat memperhitungkan bahwa peminjam pasti akan memperoleh keuntungan yang begitu banyak selama masa modal digunakannya sehingga ia akan mampu membayar harga tertentu secara pasti setiap bulan atau setiap tahun?

Para pendukung teori bunga ini tidak mampu memberikan jawaban yang masuk akal terhadap masalah tersebut.

1.4.6.3 Teori Produktivitas Modal

Sebuah pendapat menegaskan “produktivitas modal” sebagai jumlah yang diwariskan yang memungkinkan kreditor menarik suatu imbalan (dalam bentuk bunga) dari peminjam atas penggunaan modal tersebut. Pendapat ini memandang bahwa modal adalah produktif yang dapat diartikan bahwa modal mempunyai daya untuk menghasilkan barang yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dapat dihasilkan tanpa modal itu, atau bahwa modal mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah daripada nilai yang telah ada itu sendiri. Dan bunga merupakan imbalan atas pelayanan produktif tersebut atas modal kepada peminjam dalam proses produksi.

Tetapi pertanyaan bahwa produktivitas merupakan kualitas yang melekat pada modal adalah tidak beralasan karena modal menjadi produktif hanya apabila digunakan untuk bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan oleh seseorang. Apabila modal digunakan untuk tujuan-tujuan konsumsi, maka modal tidak mempunyai kualifikasi semacam itu.

Meskipun modal digunakan dalam usaha-usaha yang mendatangkan keuntungan, tidak perlu kiranya menghasilkan nilai lebih. Sering terjadi, terutama dalam keadaan ekonomi yang merosot, penanaman modal tidak hanya menipiskan keuntungan tetapi ternyata melibatkan keuntungan menjadi kerugian.

Jika modal dianggap memiliki produktivitas, produktivitas tersebut bergantung pada berbagai faktor lain. Penanaman yang dapat mendatangkan keuntungan banyak bergantung pada tenaga kerja, kemampuan, pandangan yang jauh dan pengalaman orang yang menggunakannya disamping kestabilan ekonomi, sosial dan politik suatu negara serta faktor kualitatif lainnya. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, keuntungan yang diharapkan dari penanaman modal tersebut berubah menjadi kerugian.

Jika diakui bahwa modal itu memiliki suatu kualitas produktivitas yang diberikan kepada pemilik modal sebagai bagian keuntungan, tidak ada cara untuk mengetahui secara tepat dan pasti jumlah yang sebenarnya dari keuntungan yang dibayarkan setiap bulan atau setiap tahun. Di samping itu, tidak ada metode untuk menghitung atau memperkirakan keuntungan dari penggunaan modal untuk jangka waktu sepeuluh atau dua puluh tahun yang akan datang sehingga memungkinkan untuk dapat menetapkan jangka waktu bunga.

Karena demikian halnya, tidak adil kiranya mengenakan sejumlah bunga terhadap sejumlah uang yang dipinjamkan di muka untuk jangka waktu sepuluh atau dua puluh tahun jika besarnya keuntungan actual yang dapat diperoleh di masa yang akan datang tidak diketahui.

1.4.6.4 Teori Nilai Barang di Masa Mendatang Lebih Rendah dibanding Nilai Barang di Masa Sekarang

Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya di masa sekarang serta kepuasan sekarang daripada yang akan datang. Mereka mengatakan bahwa keuntungan pasti masa kini sudah jelas diutamakan daripada keuntungan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, modal yang dipinjamkan kepada peminjam sekarang memiliki nilai yang lebih tinggi daripada sejumlah uang yang dikembalikan beberapa tahun kemudian. Sesungguhnya, bunga merupakan nilai kelebihan yang ditambahkan pada modal yang dipinjamkan pada masa pembayarannya agar mempunyai nilai yang sama dengan modal pinjaman semula. Dengan perkataan lain, bunga adalah sama dengan perbedaan dari sisi psikologis dan bukannya dari sisi ekonomis antara barang-barang masa kini dengan barang-barang di masa yang akan datang. Apakah perbandingan antara nilai yang lalu dengan nilai sekarang tersebut benar-benar sesuai? Dan apakah rumusan itu valid bahwa barang masa lalu yang semakin tua, nilainya dibanding dengan nilai barang masa kini akan bertambah?

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah sifat manusia sungguh-sungguh menganggap kehendak masa sekarang lebih penting dan berharga daripada keinginan-keinginannya di masa yang akan datang? Jika demikian, lalu mengapa banyak orang tidak membelanjakan seluruh pendapatannya sekarang tetapi senang menyimpan pendapatannya itu untuk keperluan di masa yang akan datang? Kita akan banyak menjumpai orang yang menahan keinginannya masa kini demi untuk keinginan masa depan yang merupakan peristiwa yang tidak dapat dilihat dan diprediksi. Segala usaha manusia kini diarahkan untuk masa depan yang lebih baik, sehingga kemungkinan kehidupan manusia di masa yang akan datang lebih bahagia dan sejahtera. Sangat sulit bagi kita untuk menemukan orang yang secara suka rela menciptakan hari ini yang lebih bahagia dan sejahtera dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraannya di masa depan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah perekonomian akan lebih efisien apabila sistem moneter yang berbasis bunga dihilangkan.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data sekunder dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini berasal dari :

§ International Financial Statistic-IMF

§ Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan bahan-bahan lain yang diperoleh dari. Ali F. Darrat Ph.D, Sohrab Abizadeh Ph.D., Mulya E. Siregar, Ph.D., perpustakaan UNPAD, perpustakaan UNPAR, perpustakaan IESP UI, Perpustakaan Forum Studi Islam (FSI) UI, koleksi buku Kajian Ekonomi Islam (KEI) UI, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan Bandung, internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.6.2 Spesifikasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interest-free money (MNI), Interest-bearing money (MI), Consumer Price Index (CPI), Gross Domestic Products (GDP) dan Monetary Base (MB) di Indonesia dan Malaysia. Periode penelitian yang dipilih adalah tahun 1980-2000. Pemilihan periode ini didasarkan pada ketersediaan data dan sekaligus untuk melihat pengaruh penerapan dual banking system terhadap analisis yang akan dilakukan. Secara spesifik masing-masing data tersebut adalah:

§ Data Interest-free Money Stock (MNI)

Data interest-free money adalah data jumlah M1 yang terdiri dari currency (uang kartal) dan demand deposit (rekening koran). Data yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.

§ Data Interest Money Stock (MI)

Data interest money stock adalah data jumlah Quasi-money yang terdiri dari time deposits dan saving deposits. Data yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.

§ Data Indeks Harga Konsumen (IHK)

Data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.

§ Data Monetary Base (MB)

Data monetary base terdiri dari data currency dan bank reserves. Data yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.

§ Data Gross Domestic Product (GDP)

Data GDP yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.

1.6.3 Metode Analisis

Penelitian pada skripsi ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan. Sedangkan untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu ekonometrika yaitu Eviews software dan Excell software. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ini adalah pendekatan kointegrasi dan model dinamis (error-correction model).

Pendekatan kointegrasi akan mengestimasi kedekatan hubungan antar variabel dalam jangka panjang sementara model dinamis digunakan untuk menguji spesifikasi model dan pergerakan antar variabel dalam jangka pendek. Data yang digunakan adalah data periode tahunan dengan estimasi model menggunakan Ordinary Least Square (OLS).

1.6.3.1 Model Ekonometrik

Dalam membentuk model-model ekonometriknya, digunakan fungsi logaritma untuk menunjukkan adanya parameter yang linier sehingga dari model tersebut tercermin perubahan relatif dari setiap variabel eksogen terhadap perubahan relatif dari variabel endogen atau mencerminkan nilai elastisitasnya.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam kerangka pemikiran maka persamaan yang akan diestimasi dengan pendekatan kointegrasi dan error-correction model (ECM) adalah:

1. Model ekonometrik untuk mengestimasi kemampuan kontrol otoritas moneter

· Sistem Moneter Konvensional

log QM = C(1,1) * log QM(-1) + C(1,2) * log QM(-2) + C(1,3) * log MB(-1) + C(1,4) * log MB(-2) + C(1,5)

log MB = C(2,1) * log QM(-1) + C(2,2) * log QM(-2) + C(2,3) * log MB(-1) + C(2,4) * log MB(-2) + C(2,5)

· Sistem Moneter Bebas Bunga

log M1 = C(1,1) * log M1(-1) + C(1,2) * log M1(-2) + C(1,3) * log MB(-1) + C(1,4) * log MB(-2) + C(1,5)

log MB = C(2,1) * log M1(-1) + C(2,2) * log M1(-2) + C(2,3) * log MB(-1) + C(2,4) * log MB(-2) + C(2,5)

2. Model ekonometrik untuk mengestimasi keterkaitan antara agregat moneter dengan tingkat harga (CPI)

· Sistem Moneter Konvensional

log CPI = C(1,1) * log CPI(-1) + C(1,2) * log QM(-1) + C(1,3)

log QM = C(2,1) * log CPI(-1) + C(2,2) * log QM(-1) + C(2,3)

· Sistem Moneter Bebas Bunga

log CPI = C(1,1) * log CPI(-1) + C(1,2) * log CPI(-2) + C(1,3) * log CPI(-3) + C(1,4) * log CPI(-4) + C(1,5) * log M1(-1) + C(1,6) * log M1(-2) + C(1,7) * log M1(-3) + C(1,8) * log M1(-4) + C(1,9)

log M1 = C(2,1) * log CPI(-1) + C(2,2) * log CPI(-2) + C(2,3) * log CPI(-3) + C(2,4) * log CPI(-4) + C(2,5) * log M1(-1) + C(2,6) * log M1(-2) + C(2,7) * log M1(-3) + C(2,8) * log M1(-4) + C(2,9)

di mana:

v QM = interest-based money stock

v M1 = interest-free money stock

v CPI = consumer price index

v MB = monetary base

1.6.3.2 Pengujian Statistik

Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil estimasi model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain ;

1.6.3.2.1 Uji Unit Root

Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui adanya anggapan stasionaritas pada persamaan yang sedang diestimasi. Data yang stasioner adalah data yang menunjukkan Mean, Variance dan Autocovariance (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai. Artinya dengan data yang stasioner, model time series dapat dikatakan lebih stabil.

Pengujian stasioneritas ini penting karena jika ternyata data time-series yang diteliti bersifat non-stasioner seperti kebanyakan data ekonomi, maka hasil regresi yang berkaitan dengan data time-series ini akan mengandung R2 yang relatif tinggi dan Durbin-Watson stat yang rendah seperti yang dibuktikan oleh Granger dan Newbold (1974, 1977). Dengan perkataan lain, kita menghadapi masalah apa yang disebut spurious regression seperti yang dikemukakan oleh Phillips (1986). Untuk mengetahui adanya unit root dilakukan pengujian Augmented Dickey-Fuller (ADF test) dan Philips-Perron (PP test), yaitu;

clip_image014 (ADF test)

∆Yt = α + βYt-1 + μt (PP test)

H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)

H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)

1.6.3.2.2 Uji Kelayakan Lag

Uji kelayakan lag yang digunakan adalah dengan menggunakan Akaike Info Criterion. Untuk mengetahui lag yang dipakai sesuai atau tidak, harus dilihat dengan cara meregresi variabel tersebut dengan variabel yang memakai lag. Lag yang dipakai dimulai dari lag 1, kemudian dilihat hasilnya. Untuk seterusnya variabel tersebut diregres dengan menggunakan lag 1, lag 2 dan seterusnya. Hasil dari regresi tersebut lalu kita bandingkan angka Akaike info Criterionnya, semakin kecil angka Akaike Info Criterion maka lag yang digunakan semakin baik.

1.6.3.2.3 Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk menguji hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel yang tidak stasioner. Hubungan ekuilibrium diantara variabel-variabel yang tidak stasioner menandakan bahwa stochastic trends dari variabel-variabel tersebut saling terkait. Hubungan ekuilibrium di sini berarti bahwa variabel-variabel tersebut tidak dapat bergerak secara bebas. Keterkaitan diantara stochastic trends ini menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode uji kointegrasi Johansen.

Tahap pertama dari uji kointegrasi ini adalah menetapkan lag yang layak kointegrasi agar dapat diterapkan dengan tepat. Hasil uji kointegrasi akan bervariasi pada setiap lag yang berbeda, sehingga kelayakan lag harus ditentukan secara hati-hati. Lalu langkah selanjutnya adalah dengan mengestimasi model dan menentukan tingkat L-trace yang didapat. Terdapat dua hipotesis dalam uji ini, yaitu:

H0 : r = 0, artinya tidak terdapat kointegrasi

H1 : r > 0, artinya terdapat setidaknya satu kointegrasi atau lebih

Hasil L-trace yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel Johansen dan Juselius (1990). Pada tingkat level signifikan tertentu angka L-trace yang kita dapat jika lebih besar dari nilai kritis maka artinya H0 ditolak sehingga artinya terdapat kointegrasi setidaknya satu atau lebih. Dan jika H0 diterima maka artinya tidak terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut.

1.6.3.2.4 Uji Koefisien Determinasi

Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak bebas ditentukan oleh variasi variabel bebasnya. Besarnya nialai R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2 semakin mendekati 1 berarti variasi variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak bebas yang ada dalam model.

1.6.3.2.5 Uji t-statistik

Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis:

H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya

H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya

Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel yang diguakan), maka hasil pengujian akan menunjukkan:

H0 : diterima bila |t-stat| < t-tabel

H1 : diterima bila |t-stat| > t-tabel

1.6.3.2.6 Uji F-statistik

Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel bebasnya.

H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel bebasnya.

· Apabila nilai F-hitung > F-tabel, berarti H0 ditolak, sehingga variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

· Apabila nilai F-hitung < F-tabel, berarti Ho diterima, sehingga variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

clip_image002[2]clip_image002[3]

1.6.3.3 Pengujian Masalah Otokorelasi

Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana kesalahan pengganggu dalam periode tertentu, katakan єt berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi kesalahan pengganggu tidak bebas, satu sama lain berkorelasi, saling berhubungan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara lain :

1. Kelembaman (Inertia).

2. Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting tak tercakup.

3. Terjadi bias dalam spesifikasi karena bentuk fungsi yang dipergunakan tidak tepat.

4. Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena).

5. Beda kala (Time lags).

6. Adanya manipulasi data (Manipulation of data).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji Durbin-Watson. Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah :
H0 : tidak terdapat otokorelasi positif

H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif

Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima himpunan daerah untuk nilai d, yaitu:

clip_image015

Daerah Daerah Tidak Daerah Daerah

kritis ketidak- menolak ketidak- kritis

pastian H0 pastian

(inconclusive) (inconclusive)

Tolak Tidak ada Tolak

H0 otokorelasi H0

0 dL dU 2 (4 – dU) (4 - dL)

· Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL), maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat otokorelasi.

· Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada otokorelasi.

· Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 – dL), maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti (inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktor-faktor gangguan.

Untuk menyelesaikan otokorelasi bergantung pada tingkat saling ketergantungan alami antara berbagai gangguan Ut. Tetapi karena Ut tidak dapat diobservasi, maka ada beberapa mekanisme yang biasa digunakan untuk menyelesaikan otokorelasi. Mekanisme yang sering dipakai adalah Markov First Order Autoregressive Scheme atau AR(1). Dengan kata lain, jika nilai U dalam setiap periode tertentu bergantung nilainya sendiri pada periode sebelumnya, maka dikatakan bahwa U mengikuti suatu skema autoregresif berderajat satu (First Order Markov Scheme) yaitu: Ut = f(Ut-1).


1 Mulya E. Sregar, Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia,” Bulletin Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia, Vol. 2, No. 3 Desember 1999.

2 Ibid. hal. 95-96.

3 Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.

4 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996.

Sponsor

Pengikut