Peran Sosial dan Politik Permpuan Arab Masa Nabi Muamad SAW

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah perempuan merupakan persoalan yang selalu menarik untuk dijadikan sebuah kajian, baik di negara yang mayoritas beragama Islam maupun yang mayoritas non muslim. Diakui atau tidak, kehadiran kaum perempuan di muka bumi ini memiliki peranan yang amat penting. Mereka adalah bagian dari kehidupan ini, namun demikian, masih dirasakan sedikitnya masyarakat yang menyadari akan hal ini. Persoalan yang menyangkut hak dan kedudukan perempuan di sekitar wilayah domestik dan publik merupakan masalah yang pelik yang terus menjadi bahan perdebatan. Banyaknya ragam pendapat yang bersumber dari berbagai disiplin ilmu (filsafat, agama, sosiologi, politik, biologi, dan psikologi) telah menimbulkan bermacam–macam teori feminisme dan berbagai corak gerakannya.
Penolakan para feminis pada sistem patriarki telah mewarnai gerakannya yaitu ingin meruntuhkan struktur patriarki yang dapat digolongkan menjadi dua pola umum. Pertama, melakukan transformasi sosial dengan perubahan eksternal yang revolusioner. Para feminis dalam kelompok ini berpendapat bahwa perempuan perlu masuk ke dalam dunia laki–laki agar kedudukan dan statusnya setara dengan laki–laki. Untuk itu perempuan perlu mengadopsi kualitas maskulin agar mampu bersaing dengan laki–laki.
Kedua, melakukan transformasi sosial melalui perubahan yang evolusioner. Berbeda dengan pola pertama, para feminis dalam kelompok ini percaya pada pemahaman deterministik biologi, yaitu menegaskan perbedaan alami antara laki–laki dan perempuan sehingga timbul apa yang di sebut kualitas feminin dan maskulin. Karenanya, kelompok ini berpendapat bahwa untuk meruntuhkan sistem patriarki dapat dilakukan dengan menonjolkan kualitas feminin.
Perbedaan pendekatan di antara kedua kelompok ini tentu telah menimbulkan perdebatan–perdebatan di antara kalangan feminis sendiri. Hal inilah yang memunculkan kritikan–kritikan yang dikemukakan oleh kedua kelompok tersebut. Para feminis yang tergabung dalam kelompok pertama atau para feminis modern mengkritik kelompok kedua sebagai pola yang justru melanggengkan sistem patriarki. Romantisme kualitas feminin akan menyebabkan perempuan tetap pada posisnya, yaitu sebagai figur pengasuh, pasif, dan pemelihara yang cocok untuk menjadi ibu dan pekerjaan–pekerjaan di sektor domestik.
Kelompok kedua (feminis kultural) mengkritik kelompok pertama karena pendekatannya tidak akan meruntuhkan sistem patriarkis pada dunia maskulin, tetapi hanya mengubah komposisi para aktor–aktornya saja di mana para perempuan sudah lebih banyak aktif di dunia maskulin yang tadinya didominasi oleh laki–laki. Para perempuan dianggap sudah menjadi male clone (tiruan laki–laki) di dunia maskulin, yaitu para perempuan yang telah mengadopsi kualitas maskulin (kompetitif, dominan, ambisi vertikal, dan memenuhi kepentingan pribadi).
Perdebatan pun terjadi di kalangan para ulama, ketika Megawati Soekarno Putri akan menjadi Presiden Indonesia. Dengan berdasarkan hadits dan nash, hampir sebagian besar ulama Indonesia mengharamkan perempuan menjadi presiden, namun demikian akhirnya Mega pun menjadi orang nomor satu di Indonesia. Inilah fenomena yang terjadi saat ini, dengan demikian betapa perlunya kita untuk menengok kembali sejarah masa lalu umat Islam, khususnya sejarah perempuan pada masa Rasulullah, yang mana pada masa inilah ajaran – ajaran Islam di turunkan melalui seorang utusan Allah yang amat mulia yaitu nabi Muhammad SAW yang pada saat itu beliau tinggal di kota Makkah.
Dipandang dari segi geografis, kota Makkah hampir terletak di tengah – tengah Jazirah Arabia. Jazirah ini terletak di sebelah barat daya Asia. Di sebelah utara dibatasi oleh daratan Syam, sebelah timur oleh Teluk Parsi dan Oman, sebelah selatan oleh Lautan India, dan di sebelah barat dibatasi oleh laut Merah. Sebagian besar daerahnya merupakan daerah tandus, tidak ada sungai yang mengalir dengan tetap dan hanya terdapat beberapa yang kadang–kadang di genangi air, tetapi kerap kali kering. Di sana–sini hanya merupakan daerah padang pasir yang berupa fatamorgana sepanjang mata memandang.
Jazirah Arab pada waktu itu diapit oleh dua negara besar yaitu Persia di Timur dan Romawi di barat. Karena letak geografisnya yang amat strategis, Makkah menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju ke kota pusat perniagaan. Di Makkah telah tersedia pasar–pasar sebagai tempat pertukaran barang–barang antar para saudagar dari Asia Tengah, Syam, Yaman, Mesir, India, Irak, Ethiopia, Persia, dan Rum.
Secara umum masyarakat Arab pada saat itu merupakan masyarakat yang gemar berperang. Masalah kecil yang terjadi antara seseorang dengan yang lain dapat mengantarkan perang besar yang melibatkan beberapa suku. Kebanyakan akhlaq mereka sangat rendah, bahkan sama sekali tidak menghargai harkat dan martabat kaum perempuan. Kaum perempuan ditindas, dilecehkan, dan dibenci oleh kedua orang tua mereka. Perempuan pada saat itu sering di jadikan sebagai jaminan atau alat pembayaran hutang para suami atau para orang tua mereka. Bahkan lebih dari itu menurut sejarah bayi perempuan di kubur dalam keadaan masih hidup atau dibunuh. Sungguh keadaan yang sangat mengkhawatirkan para ibu yang akan melahirkan bayi–bayi mereka. Apalah daya mereka, karena mereka hidup di tengah–tengah masyarakat yang bercorak patriarkal yang emosional.
Seperti itulah nasib dari sebagian besar perempuan pada zaman jahiliah yang bertuhankan berhala (paganisme). Mereka sama sekali tidak memiliki hak untuk hidup sebagaimana layaknya seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk melindungi diri sendiri. Berhala yang mereka anggap tuhan pun tidak dapat menyelamatkan kaum perempuan dari penderitaan yang sedemikian rupa. Dalam kondisi masyarakat yang demikian itulah nabi Muhammad SAW diutus untuk pertama kali menyampaikan risalah yang hampir seratus persen berlainan dengan kebiasaan yang berlaku.
Maka dari itu, penelitian ini mencoba membahas tentang peran sosial politik perempuan Arab pada saat Islam sudah mereka peluk dan menjadi pedoman hidup mereka. Dalam lembaran sejarah Islam, dijumpai keterangan bahwa perempuan mukminah memiliki banyak jasa yaitu selain ikut serta dalam berbagai peperangan dengan cara yang aktif dan positif, mereka juga memiliki kontribusi dalam upaya mengembangkan Islam.
Dalam perjalanan sejarah dakwah, melihat bahwa dalam setiap peperangan mereka selalu tampil mencari orang–orang yang terluka. Kemudian mereka obati dan mereka rawat dengan baik hingga seolah–olah mereka sebagai ibu dari para pejuang. Mereka merupakan bagian positif yang ikut serta memikul beban dan tanggung jawab. Bahkan cukup membanggakan bahwa yang pertama kali syahid adalah seorang perempuan, bukan laki–laki.Perempuan itu bernama Sayyidah Sumayah. Ia adalah istri Yasir. Dengan ketebalan imannya ia berani menentang Abu Jahal yang terkenal bengis dan kejam. Dia disiksa di lautan pasir yang sangat panas dengan kejam agar mau mengikuti kamauan Abu Jahal untuk meninggalkan Islam.
Selain fakta atau bukti tersebut masih banyak fakta lain yang mungkin akan di kemukakan dalam pembahasan skripsi ini. Fakta sejarah tersebut merupakan bukti yang berbicara lebih bermakna dari berbagai bentuk alasan lain, kecuali Al-Qur’an dan hadits. Sekaligus menepis segala keraguan akan urgensi kiprah sosial dan politik perempuan masa depan.
Berlatar dari pemikiran tersebut maka penelitian ini di lakukan untuk mengungkap sejarah sosial politik perempuan pada masa nabi Muhammad SAW (610–632) sebagai cerminan masa depan. Tidak hanya nash atau hadits saja yang dapat dijadikan sebagai alasan ataupun dalil, namun sejarah pun perlu dijadikan alasan atau dasar pemikiran untuk dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah sikap dalam kehidupan masa yang akan datang.

B. Batasan Dan Perumusan Masalah.
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka untuk mewujudkan penelitian ini penulis memberikan batasan dan rumusan masalah sebagai berikut.
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut