Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Warisan Dalam Hukum Adat Jawa Dan Khi...

ABSTRAK

Keberadaan anak angkat di tengah masyarakat adat yang dilakukan oleh keluarga tertentu, nampaknya menjadi fenomena yang cukup menarik untuk dapat diperbincangkan dalam khasanah keilmuan dewasa ini. Anak merupakan amanat dari Tuhan yang maha kuasa, yang diberikan agar dapat dipelihara secara lahir dan bathin oleh keluarga. Seorang anak memang layak hidup dengan segala kebutuhan yang diusahakan oleh kedua orang tua kandung, karena memang sudah menjadi tanggungjawabnya. Namun demikian, keadaan tersebut sering kali tidaklah dapat dirasakan oleh beberapa anak yang mungkin karena salah satu atau kedua orang tuanya telah tiada. Kemungkinan ini menimbulkan keadaan hidup si anak tidak lagi selayak anak yang lain, yang masih mempunyai orang tua kandung. Keadaan seperti ini, dapat pula terjadi dengan adanya kemungkinan karena kedua orang tua kandung memang tidak mampu secara ekonomi membiayai hidup si anak. Beberapa sebab lain dapat pula terjadi, sehingga oleh keluarga lain si anak kemudian diambil untuk dijadikan anak angkat.
Pengangkatan anak oleh keluarga tertentu pada akhirnya mempunyai akibat-akibat yang mungkin terjadi di kemudian hari. Keberadaan anak angkat dalam keluarga memungkinkan adanya ikatan emosional yang tinggi, yang tidak lagi memisahkan satu dengan yang lain. Sehungga, pada saatnya anak angkat dapat diperhitungkan sebagai orang yang berhak mendapatkan harta orang tua angkat setelah meninggal. Inilah akibat yang dimaksud terjadi di kemudian hari.
Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, bahwa keberadaan anak angkat tersebut di atas mempunyai kedudukan terhadap harta warisan. Menurut hukum adat Jawa, meskipun dengan pengangkatan anak tidaklah memutuskan hubungan si anak dengan orang tua kandung dan anak angkat tidak pula menjadi anak kandung bagi orang tua angkat, namun anak angkat berhak atas harta warisan dari keduanya yaitu orang tua kandung dan juga dari orang tua angkat. Sedang menurut hukum Islam, meskipun secara jelas Islam tidak dapat menerima keberadaan anak angkat atas kedudukannya terhadap harta warisan orang tua angkat. Akan tetapi, KHI yang notabenenya sebagai hukum tertulis yang diberlakukan sebagai pedoman khusus bagi umat Islam dalam menyelesaikan segala permasalahan hukum termasuk mengenai kedudukan anak angkat tersebut, pada pasal 209 KHI menjelaskan bahwa anak angkat berhak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkat.
Hal tersebut di atas, menjadi permasalahan yang perlu dijawab secara jelas mengenai apa alasan-alasan kedua sistem hukum yaitu hukum adat Jawa dan KHI memberikan harta terhadap anak angkat?.
Jika melihat dari mana harta yang diberikan kepada anak angkat, serta jumlah yang diberikan menurut hukum adat Jawa maupun KHI, maka kiranya permasalahan ini dapat ditelusuri secara terperinci dengan mencari hakikat yang terdalam untuk mejawabnya. Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menemukan jawaban atas permasalahan yang ada dalam penelitian ini, penyusun melakukan pendekatan secara filosofis dengan mengungkapkan beberapa teori keadilan hukum baik dalam hukum adat Jawa maupun KHI.
Di dalam hukum adat terdapat nilai-nilai universal, dan corak-corak yang dimiliki sebagai lanadasan hukum, yang kesemuanya itu mencerminkan diri dari hukum adat itu sendiri termasuk hukum adat Jawa. corak-corak khas yang dimaksud adalah kebiasaan hidup tolong-menolong dan bantu-membantu. Kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum adat juga berdasarkan keadilan dan kebenaran yang hendak dituju, yang wajib merupakan kebenaran dan keadilan yang dicerminkan oleh perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup di dalam hati nurani rakyat atau masyarakat yang bersangkutan.
Di dalam hukum Islam terdapat asas keadilan dan keseimbangan. Keadilan merupakan nilai yang tidak dapat ditawar-tawar karena hanya dengan keadilanlah ada jaminan stabilitas hidup manusia. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan sikap dan tingkah laku manusia yang hidup dalam masyarakat, terjelma dalam bentuk nilai-nilai, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Asas keadilan dan keseimbangan, mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban; antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya.
Keadilan di dalam hukum baik yang terdapat pada hukum adat Jawa maupun KHI menjadi titik yang terakhir untuk mendapatkan hakikat yang terdalam mengenai kedudukan anak angkat terhadap harta warisan seperti dalam permasalahannya. Dengan demikian, penelitian ini akan mampu menjawab permasalahan secara jelas tanpa adanya ketimpangan.
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut