Analisis Pengaruh Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio ...

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bagi perekonomian Indonesia, pengalaman yang terjadi selama tahun 2005 sangat berat dimana diawali dengan optimisme yang sangat tinggi diawal tahun 2005, bahkan setelah Negara kita diterjang Tsunami sekalipun, perjalanan tahun 2005 diwarnai dengan berbagai tantangan global, terutama di kuartal kedua, yang akhirnya membebani secara sangat signifikan perjalanan perekonomian Indonesia. Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan kenaikan harga minyak dunia yang bahkan melampaui 60 dollar per barelnya akhirnya membawa dampak yang sangat berat bagi perekonomian dunia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, harga BBM dalam negeri harus disesuaikan, kebijakan moneter yang ketat kemudian diterapkan kembali dan akhirnya berujung pada penurunan daya beli, jatuhnya penjualan rumah, mobil, motor dan barang lainnya.
Sementara itu, bagi dunia perbankan tahun 2005 juga diawali dengan optimisme yang tinggi. Pertumbuhan kredit yang cukup fenomenal sampai dengan bulan September 2005, yang bahkan melampaui tingkat pertumbuhan dana perbankannya secara signifikan, merupakan refleksi dari optimisme yang hidup dikalangan perbankan tersebut. Namun sebagaimana tantangan yang terjadi dalam perekonomian, perbankan Indonesia mulai merasakan dampak dari kenaikan suku bunga serta terjadinya pengetatan likuiditas yang tiba-tiba. Kenaikan suku bunga tersebut menghancurkan industri reksadana, namun juga membawa kerugian pada pertofolio surat berharga perbankan, serta membawa dampak pada tertekannya kredit dunia usaha. Sementara itu, pengketatan likuiditas yang tiba-tiba menyebabkan terhentinya pertumbuhan kredit perbankan. Bank-bank harus kalang kabut menyelamatkan likuiditasnya dan akhirnya berlomba-lomba memperebutkan dana perbankan. Perkembangan ini menyebabkan bergesernya deposit mix perbankan Tabungan menurun, sementara itu giro dan deposito meningkat dengan sangat pesat. Keadaan ini berujung pada cost of fund yang meningkat, tekanan suku bunga kredit dan juga pada tingkat profitabilitas perbankan yang sebelumnya sudah terpengaruh oleh ketentuan BI mengalami kolektibilitas kredit.
Sementara itu, prospek inflasi di tahun 2006 lebik baik dibandingkan dengan tahun 2005. Jika Bank Indonesia berhasil mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah, maka inflasi diperkirakan akan menjadi “ single digit “ kembali ditahun 2006. Sebagian optimis inflasi akan menjadi sekitar sedikit diatas 6 persen, sementara Bank Indonesia memprediksi disekitar 8 persen. Dengan perkembangan yang sedemikian, maka tingkat bunga SBI juga tidak akan bergeser banyak dari tingkat yang ada saat ini. Di awal tahun 2006 bukan tidak mungkin suku bunga akan sedikit meningkat tetapi dengan prospek penurunan kembali di semester 2 tahun 2006.
Dengan melihat latar belakang selama tahun 2005 maka tidak menutup kemungkinan tahun 2006 banyak perusahaan yang tidak bisa lagi bersaing dan akan gulung tikar sehingga akan berdampak pada meningkatnya kredit macet (Non Perfoming Loan) di industri perbankan. Menurut data Bank Indonesia , laba bersih industri perbankan tahun 2005 hanya Rp 24,9 Triliun, turun 18,3 persen dibandingkan tahun 2004 yang mencapai Rp 29,46 triliun. Menurut pengamat perbankan Dradjad H Wibowo, Kamis (23/2) di Jakarta, mengemukakan penurunan tersebut dipicu oleh anjloknya laba bersih dua bank besar yaitu Bank Mandiri dan BNI akibat peningkatan kredit bermasalah (NPL) dan memburuknya kondisi perekonomian.
Setelah melihat latar belakang diatas ada banyak pertanyaan di benak penulis, misalkan bagi calon investor yang mempunyai uang lebih apa yang harus mereka lakukan, ingin membuka usaha takut tidak bisa bersaing karena daya beli dari masyarakat kita sekarang ini sangat kecil, ingin dideposito bunga yang diberikan tidak terlalu besar. Biasanya mereka ingin mendapatkan hasil yang lebih besar sehingga hal ini mendorong penulis untuk membantu mereka yang ingin mendapatkan hasil yang lebih besar dengan cara membeli saham industri perbankan (khususnya saham PT. BCA Tbk).
Penulis berasumsi bahwa bermain saham bagaikan bermain judi, jika tidak bisa membaca keadaan maka akan rugi dan sebaliknya jika bisa membaca keadaan maka akan untung. Disini penulis mencoba membantu memberikan gambaran mengenai prinsip dasar masalah investasi uang ke dalam saham.
Pertama, harus melihat seberapa besar kredit yang bermasalah (NPL), karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap laba yang akan datang. Kedua, rasio penyaluran kredit atau Loan to Deposit Ratio (LDR). Dan ketiga, seberapa besar permodalan yang dimiliki oleh bank tersebut karena dengan keadaan ekonomi dan politik yang terjadi saat ini tidak menutup kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi oleh Bank Indonesia karena kesulitan likuiditas. Kalau hal tersebut terjadi maka pemegang saham akan merugi karena yang lebih diprioritaskan adalah pembayaran hutang dan jika masih ada sisa baru dibayarkan kepada para pemegang saham.
Selain hal-hal tersebut di atas mungkin masih banyak indikator-indikator yang bisa mempengaruhi harga saham, tetapi disini penulis hanya membatasi pada tiga hal yaitu dari segi NPL, LDR dan permodalan (CAR). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai: “ANALISIS PENGARUH NON PERFOMING LOAN (NPL), LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) DAN CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) TERHADAP HARGA RATA-RATA SAHAM PADA PT. BANK CENTRAL ASIA Tbk”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah pokok yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut