Hubungan Body Image dengan Penyesuaian Diri

BAB I
PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Menurut Walgito (2001) dorongan atau motif sosial pada manusia, mendorong manusia mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau interaksi sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain, Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Penyesuaian diri yang baik ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan (Willis, 2005). Penyesuaian diri yang baik akan menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam masyarakat luas. Meskipun demikian, tampaknya penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah (Hurlock, 1978)
Dalam masa remaja, seseorang mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Pada masa remaja akhir, keadaan pribadi, sosial dan moral berada dalam kondisi kritis atau critical period. Dalam periode akhir masa remaja ini individu memiliki kepribadian tersendiri yang akan menjadi pegangan dalam alam kedewasaan. Perkembangan pribadi, sosial, dan moral yang dimiliki remaja dalam masa remaja awal dan yang dimantapkannya pada masa remaja akhir, banyak mempengaruhinya bahkan mendasari dirinya memandang diri dan lingkungan dalam masa-masa selanjutnya. (E.L. Kelly, dalam Mappiare, 1982)
Remaja memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti dan menyesuaikan diri khususnya dengan kelompok. Remaja akan berusaha untuk menghindari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kelompok. Adanya penyimpangan–penyimpangan didalam lajunya pertumbuhan mungkin merupakan sumber ketegangan psikologis bagi individu yang kurang matang. Penyimpangan-penyimpangan ini akan nampak didalam sikap-sikap sosial dan pandangannya. Sedangkan individu yang cepat matang mungkin dihadapkan dengan berbagai masalah sosial, misalnya karena remaja tersebut berbadan lebih besar dari teman-temannya, teman-teman lain mengharapkan hal–hal tertentu yang berhubungan dengan aktivitas sosial. Tetapi oleh karena remaja tersebut belum berpengalaman untuk kegiatan tersebut sekalipun berbadan besar, maka remaja tersebut mungkin kurang mampu memenuhi apa yang diharapkan kelompok. Kegagalan dalam penyesuaian diri dengan kelompok ini merupakan sumber yang paling penting bagi timbulnya ketegangan-ketegangan psikologis.
Dalam perkembangan sosial, pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri. Hal ini terlihat pada banyaknya kasus yang terjadi, diantaranya banyak remaja yang mengalami krisis kepercayaan diri, baik dalam diri sendiri maupun lingkungan masyarakat. Percaya diri sebenarnya merupakan keberhasilan dari pengamatan "harga diri" yang dimiliki secara bertahap dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Masa remaja merupakan suatu proses yang terus berkembang, proses penyesuaian diri pun terjadi secara terus-menerus dan berkesinambungan. Proses penyesuaian diri dapat dikatakan berhasil bila seseorang dapat memenuhi tuntutan lingkungan, dan diterima oleh orang-orang di sekitar sebagai bagian dari masyarakat. Bila seorang remaja merasa gagal menyesuaikan diri dan merasa ditolak oleh lingkungan, maka akan menjadi regresif atau mengalami kemunduran. Lalu secara tidak sadar akan menjadi kekanak-kanakan (Suryanto, 2003).
Kasus yang mengungkap penyesuaian diri sosial didapat dari hasil wawancara berikut yang dilakukan oleh peneliti pada dua orang responden, berdasarkan wawancara didapatkan informasi bahwa subyek pertama yaitu seorang mahasiswi tehnik industri berinisial S berusia 21 tahun. S mengaku sulit menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan teman-teman kost karena S lebih senang menyendiri di kamar. S merasa tidak percaya diri dengan keadaan dirinya yang terlalu gemuk sehingga S menghindari aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan orang banyak. S merasa teman-teman tidak menyukai dirinya karena keadaan fisik tersebut. S lebih senang menghabiskan waktu dengan membaca buku dan melihat televisi daripada bergabung dengan teman-teman lain.
Subyek kedua yaitu seorang mahasiswa berinisial E berusia 19 tahun. E adalah seorang mahasiswa baru di Universitas Islam Indonesia. E mengaku tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman baru di kampus, bila teman-temannya diam E merasa susah mengajaknya berbicara karena E merasa canggung dan E merasa dirinya adalah seorang yang pendiam dan pemalu, E merasa tidak mempunyai banyak teman karena sifat pendiamnya tersebut. E lebih senang bermain game sendiri di kamar daripada bergaul bersama teman-teman kampusnya.
Kasus tidak adanya penyesuaian diri sosial pada remaja juga dialami oleh seorang mahasiswa baru bernama Lita yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus barunya di Bandung, Sewaktu SLTA Lita bersekolah di luar Bandung. Lita merasa kehilangan teman – teman SMA, merasa tidak betah, tidak punya teman. Sampai – sampai dia ingin keluar kuliah karena dia kuliah di Universitas tersebut juga atas keinginan orang tuanya bukan keinginan sendiri. (http://www.PikiranRakyatCyberMedia.com 20/09/05).
Kasus–kasus tersebut terlihat sebagai wujud dari tidak adanya penyesuaian diri sosial. Maslow (Partosuwido, 1993) berpendapat bahwa salah satu ciri dari penyesuaian diri sosial yang baik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkat kebutuhan yang sifatnya hirarkis dengan unsur sebagai berikut: fisiologis, rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan rasa harga diri. Kegagalan dalam penyesuaian diri dapat menimbulkan sikap yang apatis. Menurut Freud yang diungkapkan oleh Prawiro Harjo (Muntaha, 2003) kegagalan penyesuaian diri dapat dilihat dari tanda-tanda kecemasan tinggi, rasa rendah diri, depresi, ketergantungan pada orang lain dan tanda-tanda psikomatis lainnya.
Dalam penelitian Tejo (1996) menyebutkan bahwa penyesuaian diri sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kepribadian, jenis kelamin, inteligensi, pola asuh dan konsep diri. Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut dikemukakan oleh Stuart and Sundeen (1991), yang terdiri dari body mage (gambaran diri), ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991 dalam Kelliat, 1992). Tingkat body image pada individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian – bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Gambaran seseorang mengenai kondisi fisiknya, jika dia merasa bahwa keadaan fisiknya tidak sesuai dengan konsep idealnya, maka dia akan merasa dirinya memiliki kekurangan pada fisik atau penampilannya, meskipun mungkin bagi orang lain dia sudah dianggap menarik secara fisik. Seringkali keadaan yang demikian membuat seseorang tidak dapat menerima fisiknya seperti apa adanya sehingga dirinya menjadi rendah diri.
Body image merupakan gambaran yang dimiliki dalam pikiran tentang ukuran, keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Perubahan fisik yang dialami remaja bisa mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Sebagian remaja ingin menghindari situasi atau orang tertentu karena merasa begitu rendah diri atau malu. Semua perubahan ini ada saatnya remaja tidak merasa yakin terhadap diri sendiri (kurang percaya diri) merasa gemuk, besar, kurus yang membuatnya merasa malu seakan semua orang di dunia memperhatikan ketidaksempurnaanya. Setitik jerawat bisa tampak sebesar bola dan membuat remaja ingin menggali lubang dan bersembunyi didalamnya. Hal ini mungkin menyebabkan sulit bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
Keadaan fisik merupakan hal yang penting dalam suksesnya pergaulan. Remaja sangat peka terhadap keadaan tubuh yang tidak sesuai dengan gambaran masyarakat tentang tubuh ideal (Centi, 1993). Remaja mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap penampilan diri (Monks dkk, 1991) apabila ada bagian tubuh atau seluruh tubuh dinilai tidak baik (tidak sesuai dengan gambaran ideal) maka cenderung akan mempengaruhi proses sosialisasinya. Bila remaja mengerti bahwa tubuhnya memenuhi persyaratan maka hal ini berakibat positif terhadap penilaian diri remaja. Sedangkan bila ada penyimpangan–penyimpangan maka timbullah masalah – masalah yang berhubungan dengan perilaku diri dan sikap sosial remaja. Remaja percaya bahwa kondisi fisik akan membuat diterima atau ditolak oleh lingkungan sosial
Berdasarkan uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa body image atau gambaran diri mempengaruhi penyesuaian diri sosial pada remaja. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut