Pengaruh Organizational-Based Self Esteem Dan Budaya Organisasional Terhadap Komitmen Organisasi (Studi Empiris di Hotel Berbintang di Wilayah Surakar

BAB I

PENDAHULUAN


Memasuki abad XXI ini, muncul beberapa tantangan organisasi yang

mungkin belum pernah dialami sebelumnya. Pengaruh globalisasi

perdagangan sangat dirasakan oleh semua organisasi. Perubahan lingkungan

bisnis yang radikal ini menuntut perubahan paradigma pelaku bisnis dalam

mengelola bisnisnya. Perubahan kondisi lingkungan baik internal maupun

eksternal membuat organisasi harus dinamis dan bertindak untuk menangkap

peluang yang muncul. Perubahan lingkungan tidak hanya mempengaruhi

lingkungan kerja, tetapi juga bentuk organisasi. Gelombang informasi yang

semakin global mendorong kontak antar budaya semakin pesat.

Komitmen karyawan terhadap organisasi belakangan ini sering

dibicarakan sebagai isu yang diyakini sebagai sesuatu yang harus

dimenangkan oleh organisasi. Komitmen organisasi mempengaruhi berbagai

perilaku penting didalam suatu organisasi agar organisasi berfungsi efektif

dan efisien. Suatu perusahaan tidak mampu melakukan perubahan secara

cepat dan menampilkan kinerja yang tinggi jika tidak berhasil memenangkan

komitmen karyawannya. Setiap perusahaan akan mengalami kesulitan jika

komitmen karyawannya rendah.

Penelitian tentang pengaruh komitmen organisasi dalam perusahaan

telah banyak dilakukan. Penelitian dalam studi psikologi dan perilaku





1




2



organisasional menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan

dengan peningkatan hasil seperti peningkatan kinerja (Mathieu dan Zajac

dalam Yuwono, 1999). Dalam mewujudkan komitmen karyawan, peran aktif

para atasan (manajer) sangat dibutuhkan. Kekonsistenan kebijakan dan

perlakuan terhadap karyawan (bawahan) sangat mempengaruhi munculnya

komitmen organisasional.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam organisasi

perlu didukung sumber daya manusia yang berkualitas dengan tingkat

komitmen yang tinggi. Organisasi yang mampu menumbuh kembangkan

komitmen sumber daya manusianya akan mampu pula mendayagunakan

potensi kerja mereka secara maksimum.

Karyawan yang tingkat komitmennya tinggi akan mempunyai peluang

yang lebih besar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Perusahaan akan

lebih mudah mencapai sasaran dan tujuan jika karyawan mempunyai

komitmen terhadap organisasi (Fajariyanti, 2003).

Penelitian mengenai budaya organisasional merupakan topik yang

penting, karena budaya organisasional merupakan salah satu jenis aktiva tak

berwujud milik perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja organisasional.

Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi serta mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih

luas dari pada kepentingan diri individual seseorang (Robbins, 1996). Dengan

memperhatikan kebutuhan karyawan termasuk adanya pelatihan-pelatihan,

sosialisasi akan meningkatkan keinginan untuk tinggal diorganisasi tersebut.



3



Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya

organisasi. Proses ini berdampak pada produktifitas kerja, komitmen pada

tujuan organisasi dan pada akhirnya keputusan untuk tetap diorganisasi.

Menurut Peters dan Weterman dalam Hendriastuti & Aryani (2002),

menyatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan organisasi adalah budaya

yang kuat. Organisasi dengan budaya tertentu memberikan daya tarik bagi

individu dengan karakter yang sama dengan dirinya. Sehingga individu

tersebut mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya.

Budaya yang kuat ditunjukkan dengan nilai-nilai organisasi yang

tercermin pada perilaku karyawan. Semakin besar nilai-nilai yang dapat

diterima karyawan, semakin kuat budaya organisasi, sehingga semakin

tampak pengaruhnya pada perilaku karyawan.

Umumnya budaya organisasi diciptakan atau dibawakan oleh pendiri

organisasi atau tingkatan pimpinan paling atas yang mendirikan atau merintis

organisasi tersebut. Mereka menciptakan dan mengembangkan seperangkat

nilai, norma, persepsi dan pola perilaku dalam menjalankan organisasi, serta

mengatasi masalah baik mengenai adaptasi secara eksternal maupun integrasi

secara internal. Asumsi ini diyakini telah berjalan dengan baik dan berakar

dalam organisasi sehingga pantas diajarkan pada bawahan atau anggota

organisasi sebagai cara berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas.

Penelitian ini menggunakan variabel organizational-based self-esteem,

pengertian organizational-based self-esteem adalah sebagai sebuah penilaian

seorang karyawan atau seorang pekerja terhadap kemampuan pribadinya dan



4



keberadaannya sebagai anggota organisasi. Pekerja dengan Organizational-

based self-esteem yang tinggi dijamin dengan keyakinan bahwa mereka adalah

anggota organisasi yang dipercaya, berharga dan menguntungkan (Pierce,

Gardner, Dunham & Cummings, 1993; Gardner & Pierce, 1998 dalam

McAllister & Bigley, 2002).

Bagi karyawan, perusahaan tidak hanya sekedar tempat ia mencari

nafkah untuk hidup akan tetapi juga sebagai tempat untuk menemukan

identitas untuk jati diri, wadah untuk mengembangkan serta untuk

mengaktualisasi diri juga sebagai wadah untuk menyalurkan keahliannya.

Kebanggaan menjadi karyawan atau anggota organisasi tertentu merupakan

suatu indikator bahwa karyawan tersebut mempunyai identitas organisasi pada

perusahaan tersebut. Identitas ini merupakan salah satu ciri tertanamnya nilai

yang ada dalam perusahaan dalam dirinya.

Cahyaning (2004) menemukan bahwa organizational-based self-

esteem berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen organisasi. Ghozali

dan Cahyono (2002) meneliti pengaruh jabatan, budaya organisasional,

konflik peran terhadap hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Priyatno (2003)

menemukan bahwa budaya organisasi yang berorientasi pada orang

meningkatkan komitmen organisasi.

Obyek penelitian yang diambil adalah manajer hotel berbintang.

Berbeda dengan kebanyakan penelitian yang menjadikan perusahaan



5



manufaktur sebagai obyek penelitian. Pertimbangan menjadikan hotel

berbintang sebagai obyek penelitian karena hotel berbintang merupakan jenis

perusahaan jasa yang dalam kegiatannya berusaha memberikan pelayanan

jasanya yang terbaik bagi pengunjungnya, hal inilah yang membedakan

dengan jenis perusahaan manufaktur.

Selain itu faktor ketersediaan data yang meliputi data nama-nama

perusahaan hotel berbintang dan alamatnya juga mendukung peneliti dalam

menggunakan hotel berbintang. Dengan kondisi ini diharapkan manajer hotel

dapat menentukan tindakan dan kebijakan untuk meningkatkan komitmen

organisasi supaya manajer hotel dapat memberikan yang terbaik untuk hotel

dimana mereka bekerja.

Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa komitmen organisasi

berhubungan positif dengan Organizational-Based Self Esteem (Pierce et al,

1998) dan Budaya Organisasional (Ghozali dan Cahyono, 2001). Penelitian

ini berusaha menguji kembali hubungan antara Organizational-Based Self-

Esteem dan Budaya Organisasional terhadap Komitmen Organisasi. Penelitian

ini juga berusaha menguji apakah kedua variabel independen tersebut secara

bersama-sama mempengaruhi komitmen organisasi dan untuk mengetahui

variabel mana yang lebih besar berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Penelitian ini dilakukan di lingkungan perhotelan di Wilayah Surakarta.

Berdasarkan uraian diatas maka mendorong penulis untuk

mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH ORGANIZATIONAL-








BASED SELF-ESTEEM DAN BUDAYA ORGANISASIONAL

TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI”.



B. Perumusan Masalah



6


Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan

dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut