BAB I
PENDAHULUAN
Persaingan usaha yang sangat ketat dewasa ini, menuntut perusahaan
untuk beroperasi seefisien dan seefektif mungkin. Untuk itu pihak manajemen
harus mampu melaksanakan fungsinya. Manajemen seringkali membutuhkan alat
bantu. Salah satu alat bantu yang digunakan adalah anggaran (Budget) yang
secara umum merupakan suatu perencanaan formal dari seluruh kegiatan
perusahaan dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan angka.
Selama ini masih banyak organisasi yang memperlakukan anggaran hanya
sebagai alat pengendalian. Pandangan tradisional tentang anggaran ini didasarkan
pada model manajemen tradisional yang bersifat Tayloristic yang menekankan
pada otoritas, pertanggungjawaban dan pengendalian. Anggota organisasi
dianggap pasif dan hubungan antara organisasi dianggap tidak ada (Schiff and
Lewin, 1970:155 dalam Yuwono, 2000).
Anggaran selain dapat berperan dalam pengendalian juga dapat berperan
sebagai alat perencanaan dan koordinasi yang diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kinerja manajerial dan kepuasan kerja dalam
perusahaan. Oleh karena itu manajemen selalu diharapkan dapat memandang dan
merencanakan masa depan sungguh-sungguh agar perusahaan dapat bertahan dan
berkompetensi dalam persaingan tersebut.
1
2
Untuk meningkatkan efektifitas anggaran, suatu anggaran haruslah
memperhatikan aspek perilaku manusia agar anggaran tersebut mampu
memotivasi manajer pelaksana untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
dalam anggaran. Izzatin Kennis (1979, dalam Trisnawati, 2000) mengembangkan
lima karakteristik anggaran yang mempertimbangkan aspek perilaku manusia.
Kelima karakteristik tersebut adalah :
1) Budgetary participation (Tingkat partisipasi dalam penyusunan
anggaran)
2) Budget good difficulty (Tingkat kesulitan sasaran anggaran)
3) Budgetary evaluation (Evaluasi anggaran)
4) Budgetary feedback (Umpan balik anggaran)
5) Budget good clarity (Kejelasan sasaran anggaran)
Banyak penelitian mengenai proses penyusunan anggaran yang dikaitkan
dengan kinerja manajerial dan kepuasan kerja, yaitu penyusunan anggaran yang
melibatkan para manajer di level menengah atau bawah yang sering disebut
anggaran partisipatif.
Anggaran yang disusun secara partisipatif merupakan cara yang efektif
untuk memotivasi kinerja bawahan (Hofstede, 1968). Partisipasi dalam
penyusunan anggaran lebih memungkinkan bagi bawahan untuk melakukan
negosiasi mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai
(Brownell, 1986). Namun penerapan partisipasi tidak selamanya memberikan
hasil yang memuaskan bagi setiap organisasi.
3
Salah satu efek negatif dari partisipasi manajer dalam penyusunan
anggaran adalah adanya slack anggaran. Slack adalah perbedaan antara proyeksi
pendapatan atau biaya yang diusulkan manajer dengan perkiraan realitas atas
pendapatan atau biaya.
Suatu organisasi baik yang bersifat profit oriented maupun non-profit
oriented akan dihadapkan pada masalah tersebut. Rumah Sakit tidak secara
berterus terang merupakan lembaga yang profit oriented, akhirnya toh tidak dapat
disembunyikan bahwa Rumah Sakit mempunyai kemampuan finansial yang
tinggi yang tentunya sulit untuk dinyatakan bahwa Rumah Sakit ini non-profit
making atau sosial semata-mata (Sulastomo, 2000:129). Tentunya pengelolaan
usaha dilakukan seperti layaknya organisasi lain yang bersifat profit oriented.
Penelitian telah sering dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial dan kepuasan
kerja. Milani (1975:274) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan
yang positif antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja
manajerial.
Banyaknya penelitian mengenai hubungan partisipasi dari manajer tingkat
menengah terhadap anggaran akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan
kepuasan kerja semakin menarik perhatian peneliti untuk mencari variabel lain
yang dapat mempengaruhi hubungan antara keduanya, yaitu struktur
organisasional dan ketidakpastian lingkungan.
4
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian yang menggunakan
struktur organisasional dan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel
moderating. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Kren (1992:511) yang
menggunakan variabel moderating ketidakpastian lingkungan. Penelitian ini
menemukan anggaran akan berpengaruh terhadap kinerja manajer apabila
ketidakpastian lingkungan tinggi. Hal ini bertentangan dengan penelitian
Lawrence dan Lorsch (1967), dan Thomson (1967) yang mengungkapkan bahwa
informasi anggaran akan sangat berguna bagi perusahaan yang memiliki
kestabilan lingkungan dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
ketidakpastian lingkungan tinggi (Syahkroza, 2000:26).
Sedangkan penelitian yang menggunakan struktur organisasional sebagai
variabel moderating adalah penelitian Supomo dan Indriantoro (1998)
menemukan bahwa penganggaran partisipatif mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi. Tetapi penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Riyanto (1999) yang menemukan bahwa
partisipasi berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial pada struktur
desentralisasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Struktur Organisasional dan
Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Hubungan Antara Penganggaran
Partisipatif dengan Kinerja Manajerial dan Kepuasan Kerja (Survey pada
Rumah Sakit di Kabupaten Wonogiri)".
B. Perumusan Masalah
5
Suatu sistem yang mampu mencakup semua kepentingan (terutama bagi
perusahaan) sangat diperlukan dalam usaha peningkatan kinerja manajerial dan
kepuasan kerja. Pertanyaan mengenai struktur organisasional dan ketidakpastian
lingkungan terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kerja
manajerial dan kepuasan kerja menjadi perhatian peneliti dalam bidang Akuntansi
Manajemen.
Maka dengan melihat latar belakang di atas, yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
Persaingan usaha yang sangat ketat dewasa ini, menuntut perusahaan
untuk beroperasi seefisien dan seefektif mungkin. Untuk itu pihak manajemen
harus mampu melaksanakan fungsinya. Manajemen seringkali membutuhkan alat
bantu. Salah satu alat bantu yang digunakan adalah anggaran (Budget) yang
secara umum merupakan suatu perencanaan formal dari seluruh kegiatan
perusahaan dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan angka.
Selama ini masih banyak organisasi yang memperlakukan anggaran hanya
sebagai alat pengendalian. Pandangan tradisional tentang anggaran ini didasarkan
pada model manajemen tradisional yang bersifat Tayloristic yang menekankan
pada otoritas, pertanggungjawaban dan pengendalian. Anggota organisasi
dianggap pasif dan hubungan antara organisasi dianggap tidak ada (Schiff and
Lewin, 1970:155 dalam Yuwono, 2000).
Anggaran selain dapat berperan dalam pengendalian juga dapat berperan
sebagai alat perencanaan dan koordinasi yang diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kinerja manajerial dan kepuasan kerja dalam
perusahaan. Oleh karena itu manajemen selalu diharapkan dapat memandang dan
merencanakan masa depan sungguh-sungguh agar perusahaan dapat bertahan dan
berkompetensi dalam persaingan tersebut.
1
2
Untuk meningkatkan efektifitas anggaran, suatu anggaran haruslah
memperhatikan aspek perilaku manusia agar anggaran tersebut mampu
memotivasi manajer pelaksana untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
dalam anggaran. Izzatin Kennis (1979, dalam Trisnawati, 2000) mengembangkan
lima karakteristik anggaran yang mempertimbangkan aspek perilaku manusia.
Kelima karakteristik tersebut adalah :
1) Budgetary participation (Tingkat partisipasi dalam penyusunan
anggaran)
2) Budget good difficulty (Tingkat kesulitan sasaran anggaran)
3) Budgetary evaluation (Evaluasi anggaran)
4) Budgetary feedback (Umpan balik anggaran)
5) Budget good clarity (Kejelasan sasaran anggaran)
Banyak penelitian mengenai proses penyusunan anggaran yang dikaitkan
dengan kinerja manajerial dan kepuasan kerja, yaitu penyusunan anggaran yang
melibatkan para manajer di level menengah atau bawah yang sering disebut
anggaran partisipatif.
Anggaran yang disusun secara partisipatif merupakan cara yang efektif
untuk memotivasi kinerja bawahan (Hofstede, 1968). Partisipasi dalam
penyusunan anggaran lebih memungkinkan bagi bawahan untuk melakukan
negosiasi mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai
(Brownell, 1986). Namun penerapan partisipasi tidak selamanya memberikan
hasil yang memuaskan bagi setiap organisasi.
3
Salah satu efek negatif dari partisipasi manajer dalam penyusunan
anggaran adalah adanya slack anggaran. Slack adalah perbedaan antara proyeksi
pendapatan atau biaya yang diusulkan manajer dengan perkiraan realitas atas
pendapatan atau biaya.
Suatu organisasi baik yang bersifat profit oriented maupun non-profit
oriented akan dihadapkan pada masalah tersebut. Rumah Sakit tidak secara
berterus terang merupakan lembaga yang profit oriented, akhirnya toh tidak dapat
disembunyikan bahwa Rumah Sakit mempunyai kemampuan finansial yang
tinggi yang tentunya sulit untuk dinyatakan bahwa Rumah Sakit ini non-profit
making atau sosial semata-mata (Sulastomo, 2000:129). Tentunya pengelolaan
usaha dilakukan seperti layaknya organisasi lain yang bersifat profit oriented.
Penelitian telah sering dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial dan kepuasan
kerja. Milani (1975:274) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan
yang positif antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja
manajerial.
Banyaknya penelitian mengenai hubungan partisipasi dari manajer tingkat
menengah terhadap anggaran akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan
kepuasan kerja semakin menarik perhatian peneliti untuk mencari variabel lain
yang dapat mempengaruhi hubungan antara keduanya, yaitu struktur
organisasional dan ketidakpastian lingkungan.
4
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian yang menggunakan
struktur organisasional dan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel
moderating. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Kren (1992:511) yang
menggunakan variabel moderating ketidakpastian lingkungan. Penelitian ini
menemukan anggaran akan berpengaruh terhadap kinerja manajer apabila
ketidakpastian lingkungan tinggi. Hal ini bertentangan dengan penelitian
Lawrence dan Lorsch (1967), dan Thomson (1967) yang mengungkapkan bahwa
informasi anggaran akan sangat berguna bagi perusahaan yang memiliki
kestabilan lingkungan dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
ketidakpastian lingkungan tinggi (Syahkroza, 2000:26).
Sedangkan penelitian yang menggunakan struktur organisasional sebagai
variabel moderating adalah penelitian Supomo dan Indriantoro (1998)
menemukan bahwa penganggaran partisipatif mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi. Tetapi penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Riyanto (1999) yang menemukan bahwa
partisipasi berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial pada struktur
desentralisasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Struktur Organisasional dan
Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Hubungan Antara Penganggaran
Partisipatif dengan Kinerja Manajerial dan Kepuasan Kerja (Survey pada
Rumah Sakit di Kabupaten Wonogiri)".
B. Perumusan Masalah
5
Suatu sistem yang mampu mencakup semua kepentingan (terutama bagi
perusahaan) sangat diperlukan dalam usaha peningkatan kinerja manajerial dan
kepuasan kerja. Pertanyaan mengenai struktur organisasional dan ketidakpastian
lingkungan terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kerja
manajerial dan kepuasan kerja menjadi perhatian peneliti dalam bidang Akuntansi
Manajemen.
Maka dengan melihat latar belakang di atas, yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini adalah :