BAB I
PENDAHULUAN
1
Perkembangan dunia usaha semakin lama semakin cepat dan sangat
bervareasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat dengan
dibarengi dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
diIndonesia.Dalam menghadapi itu semua para pengelola perusahaan sangat
membutuhkan informasi akuntansi. Sejak itulah profesi akuntan mulai
dipertimbangkan keadannya. Jasa akuntan sangat diperlukan khususnya jasa
akuntan publik mengenai tingkat kelayakan dan keandalan informasi atau
laporan keuangan yang dibuat oleh akuntan internal atau akuntan yang ada
diperusahaan maka terdapat proses pemeriksaan terlebih dahulu yang
dilakukan oleh auditor(akuntan pemeriksa). Menurut Mulyadi (1985)
pemeriksaan akuntan (auditing) adalah suatu sistematika untuk memperoleh
bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Selama proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor tersebut pasti
tidak luput dari masalah atau konflik, misalnya auditor dengan klien tidak
sepakat terhadap aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor. Klien bias menekan auditor untuk mengambil tindakan yang
melanggar standar pemeriksaan, mka auditor akan ada dalam situasi konflik.
Memenuhi tuntutan klien berarti melanggar standar.
2
Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bias menghasilkan
sanksi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena
pertimbangan profesionolisme pada nilai dan kenyakinan individu kesadaran
moral memainkan peranan penting dalam pengambilan putusan akhir
(Muawanah dan Indriantoro,2001)
Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia Mengamanatkan:
Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam
melak-sanakan tugasnya.Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
perilaku etis dipengaruhi olah pihak lain yang dihadapi seorang individu
dalam lingkungan profesinya tanpa memperhatikan apakah perilakunya sesuai
dengan kode etik atau tidak. Tingkat pengaruh itu mungkin dipengaruhi oleh
jauh dekatnya hubungan antara organisasi dengan pihak lain yang berkaitan,
serta pihak yang berkuasa baik dari dalam maupun luar organisasi, misalnya
dengan pemerintah, Kantor Akuntan lain, dan sebagainya (Finn et al, dalam
Khomsiyah dan Indriantoro, 1998).
Kesadaran etika dan sikap professional memegang peranan penting
bagi seorang akuntan. Nilai seorang akuntan tercermin dari keputusan etika
yang dibuatnya sedangkan komitmen terhadap profesi tercermin dari
pengembangan nilai-nilai professional pada setiap keputusan yang
dilakukannya (Jeffry dan Weatherholt, 1996)
Kerja sebagai aktivitas kehidupan manusia merupakan sebuah realita
yang tidak bias diabaikan. Kerja merupakan manifestasi aktivitas manusia,
baik secara fisik maupun mental social. Secara alami sepanjang kehidupannya
manusia melakuakn suatu pekerjaan dengan kondisi dan situasi yang berbeda
3
menurut tuntutan yang dihadapinya. Tanpa pekerjaan, manusia akan
mengalami berbagai hambatan dalam memenuhi kebutuhannya. (Temaluru,
2001)
Pekerjaan yang didasari dengan pendidikan dan keahlian khusus
disebut sebagai profesi. Murtanto dan Gudono (1999) menyatakan bahwa
auditor merupakan sesuatu profesi yang komplek dimana hanya terdapat
jumlah yang relative sedikit dari profesi inio yang mempunyai derajat keahlian
pada suatu spesilisasi bidang/area tertentu. Profesi auditor mempunyai
kedudukan yang unik disbanding dengan profesi lain. Seorang auditor dalam
melaksanakan audit bukan semata untuk kepentingan klien melainkan juga
untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan.
Sebagaimana dengan professional pada umumnya, auditor juga
dihadapkan pada hal loyalitas kepada profesi atau komitmen pada profesinya.
Komitmen profesi berkaitan dengan keterlibatan individu dalam profesi dan
pengembangan profesinya. Nilai tresebut diaturoleh kode etik yang ditetapkan
dan dikontrol organisasi profesi. Semakin tinggi loyalitas seorang professional
maka semakin tinggi pula nilai-nilai profesi yang diwujudkan dalam
prilakunya.
Dalam professinolisme, tingkatan jabatan tertentu merupakan tolak
ukur kesuksesan seseorang. Semakin tinggi suatu jabatan, semakin tinggi pula
pengakuan dan penghargaan akan status dimasyarakat, dikarenakan jabatan
telah menjadi symbol suatu kekuasaan, kekuatan dan kemakmuran. Seseorang
akan merasa puas apabila dapat meraih suatu kesuksesan yang ditandai dengan
kenaikan suatu jabatan. Basset dalam Cahyono (2002) menyatakan bahwa
4
kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh fungsi dan kedudukan karyawan dalam
organisasi. Karyawan yang berkedudukan lebih tinggi memiliki otonomi yang
lebih besar, pekerjaan yang bervareasi dan memiliki kebebasan dalam
melakukan penilaian. Karyawan pada level
paling bawah lebihbesar
mengalami ketidakpuasan dan kebosanan karena pekerjaan yang kurang
menantang dan tanggungjawab yang kecil. Hal itu bisa terjadi pada karyawan
level bawah yang berdidikan tinggi tetapi memperoleh pekerjaan yang tidak
sepadan dengan kemampuan dan keahliannya.
Sementara itu Adler dan Aranya seperti yang dikutip Cahyono dan
Ghozali (2002) mendapati bahwa sejalan dengan semakin tingginya jabatan
akuntan public dalam tingkatan hirarki organisasi, mereka akan memiliki
tingkatan aktualisasi diri yang lebih kuat, kepuasan kerja intrinsic dan
extrinsic yang lebih besar, serta komitmen professional dan organisasi yang
lebih kuat. Jeffrey dan Weatherholt (1996) berpendapat bahwa komitmen
profesi merupakan konsep sosialisasi seseorang kedalam profesi, sehingga
mereka yang berada dalam profesi untuk periode yang lebih lama akan
memiliki komitmen profesi yang lebih kuat disbanding dengan mereka yang
baru saja memasuki profesi. Dengan kata lain jabatan dan lama masa kerja
seseorang dalam suatu profesi memegang peranan penting dalam menentukan
kepuasan kerja maupun komitmen profesi seseorang.
Masa kerja seseorang auditor akan menentukan tingkat pengalaman
yang dimilikinya. Kemantangan auditor dalam melakukan audit tidak hanya
ditentukan oleh pengetahuan yang diperoleh selama dalam pendidikan namun
juga tidak kalah pentingnya adalah pengalaman yang diperoleh selama
5
melakukan pemeriksaan (Sumardi dan Hardininggsih, 2002).Seseorang
dengan pengalaman kerja yang lebih banyak, akan lebih menguasai
pekerjaannya. Hal itu disebabkan karena teori terkadang tidak sejalan dengan
apa yang terdapat dilapangan. Hunton et.al (1996) dalam studinya menemukan
adanya hubungan positif antara akurasi pengetahuan tentang kekeliruan
dengan pengalaman audit yang lebih lama akan memiliki tingkatan kekeliruan
yang lebih kecil dibandingkan auditor dengan pengalaman yamg sedikit. Tan
et. Al (1999) menunjukan bahwa pengetahuan, kemampuan memecahkan
masalah dan kompleksitas tugas yang diperoleh melalui pengalaman ternyata
berpengaruh terhadap kerja auditor. Sedangkan Ashton (1991) menyatakan
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman merupakan
komponen penting dari audit expertise. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
auditor yang kurang berpengalaman akan memiliki kemungkinan melakukan
kesalahan yang lebih besar, demikian pula sebaliknya dan seseorang akan
merasa puas bila ia dapat melaksanakan pekerjaan dengn baik.
Melihat uraian latar belakang diatas, peniliti ingin meneliti Pengaruh
Tingkat Jabatan, dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap Komitmen Profesi.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang di temukan diatas, maka rumusan
permasalahan sebagai berikut ini:
PENDAHULUAN
1
Perkembangan dunia usaha semakin lama semakin cepat dan sangat
bervareasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat dengan
dibarengi dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
diIndonesia.Dalam menghadapi itu semua para pengelola perusahaan sangat
membutuhkan informasi akuntansi. Sejak itulah profesi akuntan mulai
dipertimbangkan keadannya. Jasa akuntan sangat diperlukan khususnya jasa
akuntan publik mengenai tingkat kelayakan dan keandalan informasi atau
laporan keuangan yang dibuat oleh akuntan internal atau akuntan yang ada
diperusahaan maka terdapat proses pemeriksaan terlebih dahulu yang
dilakukan oleh auditor(akuntan pemeriksa). Menurut Mulyadi (1985)
pemeriksaan akuntan (auditing) adalah suatu sistematika untuk memperoleh
bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Selama proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor tersebut pasti
tidak luput dari masalah atau konflik, misalnya auditor dengan klien tidak
sepakat terhadap aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor. Klien bias menekan auditor untuk mengambil tindakan yang
melanggar standar pemeriksaan, mka auditor akan ada dalam situasi konflik.
Memenuhi tuntutan klien berarti melanggar standar.
2
Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bias menghasilkan
sanksi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena
pertimbangan profesionolisme pada nilai dan kenyakinan individu kesadaran
moral memainkan peranan penting dalam pengambilan putusan akhir
(Muawanah dan Indriantoro,2001)
Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia Mengamanatkan:
Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam
melak-sanakan tugasnya.Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
perilaku etis dipengaruhi olah pihak lain yang dihadapi seorang individu
dalam lingkungan profesinya tanpa memperhatikan apakah perilakunya sesuai
dengan kode etik atau tidak. Tingkat pengaruh itu mungkin dipengaruhi oleh
jauh dekatnya hubungan antara organisasi dengan pihak lain yang berkaitan,
serta pihak yang berkuasa baik dari dalam maupun luar organisasi, misalnya
dengan pemerintah, Kantor Akuntan lain, dan sebagainya (Finn et al, dalam
Khomsiyah dan Indriantoro, 1998).
Kesadaran etika dan sikap professional memegang peranan penting
bagi seorang akuntan. Nilai seorang akuntan tercermin dari keputusan etika
yang dibuatnya sedangkan komitmen terhadap profesi tercermin dari
pengembangan nilai-nilai professional pada setiap keputusan yang
dilakukannya (Jeffry dan Weatherholt, 1996)
Kerja sebagai aktivitas kehidupan manusia merupakan sebuah realita
yang tidak bias diabaikan. Kerja merupakan manifestasi aktivitas manusia,
baik secara fisik maupun mental social. Secara alami sepanjang kehidupannya
manusia melakuakn suatu pekerjaan dengan kondisi dan situasi yang berbeda
3
menurut tuntutan yang dihadapinya. Tanpa pekerjaan, manusia akan
mengalami berbagai hambatan dalam memenuhi kebutuhannya. (Temaluru,
2001)
Pekerjaan yang didasari dengan pendidikan dan keahlian khusus
disebut sebagai profesi. Murtanto dan Gudono (1999) menyatakan bahwa
auditor merupakan sesuatu profesi yang komplek dimana hanya terdapat
jumlah yang relative sedikit dari profesi inio yang mempunyai derajat keahlian
pada suatu spesilisasi bidang/area tertentu. Profesi auditor mempunyai
kedudukan yang unik disbanding dengan profesi lain. Seorang auditor dalam
melaksanakan audit bukan semata untuk kepentingan klien melainkan juga
untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan.
Sebagaimana dengan professional pada umumnya, auditor juga
dihadapkan pada hal loyalitas kepada profesi atau komitmen pada profesinya.
Komitmen profesi berkaitan dengan keterlibatan individu dalam profesi dan
pengembangan profesinya. Nilai tresebut diaturoleh kode etik yang ditetapkan
dan dikontrol organisasi profesi. Semakin tinggi loyalitas seorang professional
maka semakin tinggi pula nilai-nilai profesi yang diwujudkan dalam
prilakunya.
Dalam professinolisme, tingkatan jabatan tertentu merupakan tolak
ukur kesuksesan seseorang. Semakin tinggi suatu jabatan, semakin tinggi pula
pengakuan dan penghargaan akan status dimasyarakat, dikarenakan jabatan
telah menjadi symbol suatu kekuasaan, kekuatan dan kemakmuran. Seseorang
akan merasa puas apabila dapat meraih suatu kesuksesan yang ditandai dengan
kenaikan suatu jabatan. Basset dalam Cahyono (2002) menyatakan bahwa
4
kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh fungsi dan kedudukan karyawan dalam
organisasi. Karyawan yang berkedudukan lebih tinggi memiliki otonomi yang
lebih besar, pekerjaan yang bervareasi dan memiliki kebebasan dalam
melakukan penilaian. Karyawan pada level
paling bawah lebihbesar
mengalami ketidakpuasan dan kebosanan karena pekerjaan yang kurang
menantang dan tanggungjawab yang kecil. Hal itu bisa terjadi pada karyawan
level bawah yang berdidikan tinggi tetapi memperoleh pekerjaan yang tidak
sepadan dengan kemampuan dan keahliannya.
Sementara itu Adler dan Aranya seperti yang dikutip Cahyono dan
Ghozali (2002) mendapati bahwa sejalan dengan semakin tingginya jabatan
akuntan public dalam tingkatan hirarki organisasi, mereka akan memiliki
tingkatan aktualisasi diri yang lebih kuat, kepuasan kerja intrinsic dan
extrinsic yang lebih besar, serta komitmen professional dan organisasi yang
lebih kuat. Jeffrey dan Weatherholt (1996) berpendapat bahwa komitmen
profesi merupakan konsep sosialisasi seseorang kedalam profesi, sehingga
mereka yang berada dalam profesi untuk periode yang lebih lama akan
memiliki komitmen profesi yang lebih kuat disbanding dengan mereka yang
baru saja memasuki profesi. Dengan kata lain jabatan dan lama masa kerja
seseorang dalam suatu profesi memegang peranan penting dalam menentukan
kepuasan kerja maupun komitmen profesi seseorang.
Masa kerja seseorang auditor akan menentukan tingkat pengalaman
yang dimilikinya. Kemantangan auditor dalam melakukan audit tidak hanya
ditentukan oleh pengetahuan yang diperoleh selama dalam pendidikan namun
juga tidak kalah pentingnya adalah pengalaman yang diperoleh selama
5
melakukan pemeriksaan (Sumardi dan Hardininggsih, 2002).Seseorang
dengan pengalaman kerja yang lebih banyak, akan lebih menguasai
pekerjaannya. Hal itu disebabkan karena teori terkadang tidak sejalan dengan
apa yang terdapat dilapangan. Hunton et.al (1996) dalam studinya menemukan
adanya hubungan positif antara akurasi pengetahuan tentang kekeliruan
dengan pengalaman audit yang lebih lama akan memiliki tingkatan kekeliruan
yang lebih kecil dibandingkan auditor dengan pengalaman yamg sedikit. Tan
et. Al (1999) menunjukan bahwa pengetahuan, kemampuan memecahkan
masalah dan kompleksitas tugas yang diperoleh melalui pengalaman ternyata
berpengaruh terhadap kerja auditor. Sedangkan Ashton (1991) menyatakan
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman merupakan
komponen penting dari audit expertise. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
auditor yang kurang berpengalaman akan memiliki kemungkinan melakukan
kesalahan yang lebih besar, demikian pula sebaliknya dan seseorang akan
merasa puas bila ia dapat melaksanakan pekerjaan dengn baik.
Melihat uraian latar belakang diatas, peniliti ingin meneliti Pengaruh
Tingkat Jabatan, dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap Komitmen Profesi.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang di temukan diatas, maka rumusan
permasalahan sebagai berikut ini: