Analisis Nilai Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan

A. LATAR BELAKANG

Dunia persaingan bisnis yang makin global memaksa para pelaku bisnis berpikir keras untuk memilih dan menerapkan strategi, agar produk mereka diterima di pasar. Dunia industri yang tumbuh dengan pesat mengancam eksistensi perusahaan – perusahaan yang sebelumnya menguasai pasar.Bermacam-macam strategi pemasaran dilancarkan perusahaan untuk memperoleh dan mempertahankan pasar mereka. Bila kita perhatikan, strategi pemasaran yang tampak sekarang semakin inovatif. Tapi strategi pemasaran yang inovatif belum tentu efektif untuk meningkatkan angka penjualan produk.Kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada kepuasan para pelanggannya dan kemampuan menghasilkan laba. Sebuah perusahaan yang mampu memuaskan kebutuhan pelanggannya, akan tetapi tidak mampu menghasilkan laba, tidak mungkin akan tetap eksis dan berkembang. Kepuasan pelanggan dan laba harus dicapai secara simultan. Pendekatan berdasarkan kepentingan pelanggan (customer oriented) sebaiknya dilakukan secara lebih sistematis dan efektif. Harjati (2003) menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah persepsi pelanggan dari apa yang mereka inginkan terjadi yaitu konsekuensi-konsekuensi dari produk/jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhannya, pada situasi spesifik. Suatu merk yang paling unggul di antara merk-merk lainnya akan menduduki posisi pertama dalam benak konsumen dan merupakan merk yang paling mudah diingat oleh konsumen. Hal ini sangat menguntungkan karena apabila konsumen melakukan pembelian, merk yang paling mudah diingat yang pertama kali akan dipertimbangkan untuk dipilih.
Rangkuti (2003: 31) mendefinisikan nilai sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, didasarkan persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Kepuasan menurut Kotler (2000:42) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.Oxford Advanced Learner’s Dictionary(2000) dalam Tjiptono (2005:195) mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen does happen”; ”the act of fulfilling a need or desire”; dan “an acceptable way of dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.” Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.Oliver (1997) dalam Tjiptono (2005:195) dengan bukunya “Satisfaction: A Behavioral Perpective on the Customer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta mendefinisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu. Umar (2002:51) menyatakan kepuasan dibagi dua macam, yaitu: kepuasan fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan sedangkan kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk.Schemerhorn (1993) dalam Kana (2001), berpendapat bahwa pada dasarnya tujuan dari suatu organisasi bisnis adalah memproduksi barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan pelanggannya.
Pengertian kepuasan/ketidakpuasan pelanggan secara tradisional merupakan perbedaan antara harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance). Pengertian ini didasarkan pada “disconfirmation paradigm” dari Oliver (1980) dalam Pawitra(1993), yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variabelkognitif yaitu harapan prapembelian (prepurchase expectations) yaitu keyakinan tentang kinerja yang diantisipasi dari suatu produk/jasa dan “disconfirmation” yaituperbedaan antara harapan prapembelian dan persepsi dari purnapembelian (post-purchaseperception).Engel et al, (1990) dalam Pawitra (1993) menandaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan merupakan penilaian purna pembelian di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan. Pengertian kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai kinerja suatu barang sekurang-kurangnya sama dengan apa yang diharapkan. (Usmara, 2003: 134-135).
Kepuasan pelanggan menurut Cravens (1996: 9) dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: Sistem pengiriman produk, performa produk atau jasa, citra perusahaan/produk /merek, nilai harga yang dihubungkan dengan nilai yang diterima konsumen, prestasi para karyawan, keunggulan dan kelemahan para pesaing. Menurut Umar (2002:51) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan.
Tjiptono (1997) dalam Kana (2001) berpendapat terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsep kepuasan pelanggan dari Tjiptono (1997) dalam Kana (2001) dapat digambarkan sebagai berikut:
Sepeda motor merupakan produk perusahaan otomotif, merupakan sarana transportasi untuk keperluan pribadi, diperlukan suatu kondisi yang dapat memuaskan konsumennya. Oleh karena itu, diperlukan estimasi pengaruh product value, service value, personnel value, image value, dan price value terhadap nilai kepuasan pelanggan (customer satisfaction value) kendaraan bermotor roda dua di Jakarta.
Dalam dunia industri, istilah merek menjadi salah satu kata yang popular dalam kehidupan sehari-hari. Merek sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk tetapi juga dengan berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan (Knapp, 2000).
Menurut American Marketing Association (Kotler, 2000) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol rancangan, atau kombinasi yang dapat mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual agar dapat membedakan produk tersebut dari produk pesaing.
Loyalitas merek adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori produk (Giddens, 2002). Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan loyalitas merek sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.
Sedangkan Aaker (1996) menyebutkan bahwa loyalitas merek adalah kelekatan konsumen pada nilai yang tinggi dari suatu merek, dengan kelekatan yang dibangun ini maka konsumen akan menolak segala strategi yang dilakukan oleh competitor merek. Konsumen akan memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada merek selama merek tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu.
Loyalitas pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Loyalitas merek juga menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena tanpa loyalitas merek tidak akan tercipta kekuatan merek. Hal ini dapat dilihat pada merek-merek yang menjadi pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa merek tersebut memiliki pelanggan yang loyal pada merek tersebut (Giddens, 2002).
Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain.
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan pertimbangan
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Sepeda motor matic memang menjadi warna baru di pasar kendaraan sepeda motor di Indonesia. Produk ini ikut memberikan andil dalam kebangkitan kembali sektor otomotif, khususnya kendaraan roda dua, di Indonesia. Sepeda motor matic pun langsung menciptakan peluang bisnis baru bagi perusahaan pembiayaan (multifinance) yang sebelumnya sempat lesu.
Honda dan Yamaha, dua perusahaan otomotif terkemuka di dunia juga menguasai pasar kendaraan bermotor di Indonesia. Mereka berlomba menghadirkan varian produk yang baru guna memenangkan persaingan pasar yang semakin marak dengan masuknya pesaing – pesaing baru. Pangsa pasar sepeda motor jenis matic dikuasai oleh kedua pabrikan tersebut. Honda dengan ”Vario” nya sedangkan Yamaha dengan ”Mio” nya. Yamaha sebagai pelopor skuter matic di Indonesia, menjadi market leader dengan ”Mio” nya sedangkan Honda kemudian menghadirkan ”Vario”dan menjadi kompetitor skutik paling diwaspadai oleh Yamaha.
Alat pemasaran yang digunakan Honda dan Yamaha untuk mengenalkan produk motor matic kurang lebih sama dengan cara mereka mengenalkan dan mempromosikan produk mereka yang lain yaitu, antara brosur, iklan di media massa, dan lain-lain.
1) Bagaimanakah Honda mengukur nilai kepuasanan pelanggannnya?
2) Bagaimana perusahaan Honda menyikapi strategi bersaing perusahaan lawan?
3) Strategi yang bagaimanakah yang diterapkan Honda Vario untuk mendapatkan loyalitas
dari pelanggannnya?

C. TUJUAN
Memahami lebih jauh mengenai nilai kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan terhadap motor Honda terutama untuk produk skutermatic Honda Vario.
Membandingkan strategi pemasaran dalam hal ini dalam bentuk iklan televisi dan print ad antara Yamaha Mio sebagai pemimpin pasar skuter matic dengan Honda Vario sebagai penantang pasar.
Persaingan sepeda motor pada tahun 2008 sangat ketat. Honda yang sudah 30 tahun memimpin pasar sepeda motor di Indonesia masih mampu bertahan di peringkat pertama. Tetapi kemudian direbut oleh kompetitor utamanya yaitu Yamaha dengan skutermatinya “Mio”.
Bersumber dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, penjualan sepeda motor untuk tahun 2008 sebesar 6,2 juta unit. Dari total penjualan sepeda motor tersebut Honda masih memimpin dengan penjualan sebesar 2.874.576 unit atau sekitar 46,3 persen. Diurutan kedua Yamaha mampu membukukan penjualan sebesar 2.465.546 unit atau sekitar 39,7 persen. Dan sisanya diperoleh oleh merek-merak kendaran roda dua lainnya.
Untuk persaingan tahun 2009 diprediksikan akan sangat sulit mengingat krisis ekonomi yang berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat. Keberhasilan Yamaha membukukan penjualan di atas penjualan Honda pada beberapa bulan yang lalu tentunya menjadi tantangan bagi Honda untuk terus selalu berinovasi dan memberikan layanan terbaik.

C. TINJAUAN TEORITIS
Teori-teori Kotler (2004) yang menyatakan penentu-penentu nilai yang diberikan ke pelanggan meliputi nilai pelanggan yang terdiri dari produk, pelayanan, karyawan, dan citra. Biaya pelanggan total meliputi biaya moneter,biaya waktu, tenaga, dan pikiran pembeli.
Kepuasan menurut Kotler (2000:42) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.Oxford Advanced Learner’s Dictionary(2000) dalam Tjiptono (2005:195) mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen does happen”; ”the act of fulfilling a need or desire”; dan “an acceptable way of dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.”
Hasil ini juga mendukung pendapat dari Tandjung (2004) dimana untuk meningkatkan nilai pelanggan, perlu meningkatkan nilai produk, nilai pelayanan, nilai karyawan, dan meminimumkan biaya-biaya. Pendapat Tandjung ini mempunyai makna bahwa bila nilai produk, nilai pelayanan, nilai karyawan naik menyebabkan nilai pelanggan naik atau dengan kata lain nilai produk, nilai pelayanan, dan nilai karyawan berpengaruh positif terhadap nilai pelanggan.
Biaya-biaya diminimumkan bermakna bila biaya-biaya (Cost) diturunkan akan menaikkan nilai pelanggan artinya pelanggan untuk mendapatkan produk dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya lebih kecil dibanding manfaat yang diperoleh atas produk tersebut akan menaikkan nilai pelanggan (kepuasan pelanggan). Dengan kata lain biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu produk berpengaruh negatif terhadap nilai pelanggan. Pelanggan sebelum melakukan pembelian akan membandingkan terlebih dahulu apa yang diperoleh (total nilai pelanggan) dengan apa yang dibayarkan (total biaya pelanggan). nilai pelanggan ini apabila lebih besar daripada total biaya pelanggan, maka kemungkinan besar pelanggan akan membeli produk/jasa tersebut, setelah dibandingkan dengan value yang ditawarkan oleh pesaing.
Bila penilaian pelanggan terhadap produk tersebut biaya/harga barang lebih kecil dari manfaat/kualitas kinerja produk, maka pelanggan akan merasa puas. Sebaliknya bila biaya yang telah dikeluarkan tidak seimbang dengan yang dipersepsikan/dibayangkan pelanggan akan manfaat yang diperoleh dari produk tersebut, maka pelanggan akan merasa kecewa/tidak puas.
Hal ini terlihat dari koefisien regresi nilai harga yang berntanda negatif. Koefisien nilai citra meskipun bertanda negatif, tidakpunya pengaruh terhadap nilai kepuasan pelanggan dikarenakan nilai citra ini tidak signifikan. Artinya meskipun image pelanggan tersebut berubah, secara keseluruhan tidak akan mempengaruhi nilai kepuasan pelanggan kendaraan bermotor merk Honda.
Hasil ini anomali terhadap pendapat Tandjung yang menyatakan untuk dapat meningkatkan nilai pelanggan perlu meningkatkan nilai citra, karena dalam penelitian empiris ini terbukti nilai citra tidak mempunyai makna apapun terhadap nilai kepuasan pelanggan. Hal ini dimungkinkan dalam penelitian ini, karena image pelanggan yang semula menganggap unggul produk Honda, misalnya Honda keiritan dan kebandelannya sangat unggul dibanding lainnya, namun pada masa sekarang ini, keiritan Bahan Bakar Minyak (BBM) kendaraan merk Honda sudah disaingi dengan kendaraan merk-merk sepeda motor lainnya sebut saja kompetior utamanya yaitu Yamaha Mio.
Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas merek
Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek adalah:File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut