I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 144 juta hektar dan lebih dari 5 juta hektar berada di Sumatera Selatan, yang sekitar 8% merupakan hutan produksi terbatas. Hutan produksi terbatas ialah hutan yang hanya dapat dikelola dengan cara tebang pilih tanpa merusak atau mengurangi fungsi alaminya (Arief, 2001). Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki hutan produksi terbatas seluas 9.986 hektar atau sekitar 0,53% dari luas Kabupaten OKI yang seluas 1.902.311 hektar (Sumber: Subdin Perencanaan Dinas Kehutanan OKI, 2006). Hutan produksi terbatas di Kabupaten OKI termasuk dalam hutan dataran rendah dengan tipe hutan rawa dan hutan gambut. Kecamatan Pedamaran merupakan kecamatan di Kabupaten OKI yang memiliki wilayah hutan rawa gambut yang cukup luas. Ini merupakan suatu potensi sumberdaya alam yang sangat berharga. Pengelolaannya harus bersifat bijak dan sesuai kaidah konservasi alam dan kemampuan lahan. Hutan rawa gambut yang ada di Kecamatan Pedamaran, sebagian besar terdapat di Desa Cinta Jaya.
Lahan gambut ialah suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi bahan organik ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik di lantai hutan lahan basah (Najiyati et al., 2005). Lahan gambut juga merupakan ekosistem yang marjinal dan rapuh sehingga mudah rusak, namun sangat sulit untuk diperbaharui. Kondisi seperti ini menuntut semua pihak untuk bersikap bijak dan harus melihat lahan gambut dari berbagai sudut pandang.
Perubahan dan penyusutan luas gambut dari masa ke masa selalu terjadi. Penyusutan lahan gambut dapat disebabkan oleh reklamasi dan pengatusan yang berlebihan (over drainage reclamation), perladangan (slash and burn), intensifikasi pemanfaatan dan kebakaran yang sering terjadi pada musim kemarau panjang. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia tiap tahunnya terus bertambah dari sebelumnya 1,6 juta hektar pada periode 1985-1997, menjadi 2,1 juta hektar pada periode 1997-2001 (Media Indonesia, 2007). Dari kerusakan hutan yang ada sebagian merupakan hutan gambut. Hampir semua kerusakan lahan gambut disebabkan oleh kegiatan manusia. Kerusakan lahan ini umumnya terjadi karena penebangan dan pembukan lahan dengan cara membakar yang dilakukan oleh masyarakat penduduk desa sekitar hutan. Tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan hal yang mendasari penduduk desa melakukan kegiatan eksploitasi hutan dan lahan gambut.
Keseimbangan terhadap pentingnya berbagai fungsi gambut akan lebih menjamin keberlanjutan pemenuhan fungsi sosial, ekonomi, dan kelestarian lingkungan. Namun kesadaran semacam ini belum dimiliki oleh semua pihak sehingga kerusakan lahan gambut masih terjadi. Salah satu penyebab kerusakan lahan gambut adalah tidak diterapkannya konsep pembangunan berkelanjutan secara benar dan utuh.
Pembangunan hutan sebenarnya untuk mewujudkan interaksi positif antara masyarakat dengan hutan melalui pengelolaan partisipatif dan pembinaan produksi hasil hutan non-kayu yang dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat sekitar hutan. Pembangunan hutan baik dalam kawasan hutan maupun di luar hutan akan mendukung fungsi hutan sekaligus mendukung kepentingan masyarakat, tanpa mengurangi fungsi hutan itu sendiri (Arief, 2001).
Pemanfaatan lahan gambut harus sesuai dengan daya dukung lahan itu sendiri berdasarkan karakteristik lahan tersebut. Sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dapat tercapai.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik tanah gambut areal lahan hutan rawa di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir.