BAB I
PENDAHULUAN
Lebih dari 30 tahun Undang-Undang Pokok Perbankan No.14 tahun 1967
dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk mempertahankan perkembangan
perekonomian nasional. Dalam periode yang cukup panjang tersebut,
perkembangan perekonomian Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat
dengan segala rintangan dan tantangannya. Oleh karena itu pemerintah merasa
perlu untuk menyusun Undang-undang perbankan yang baru yaitu Undang-
Undang No.7 tahun 1992.
Undang-Undang saja ternyata masih belum cukup untuk mengelola usaha
perbankan di Indonesia, sehingga diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang
diharapkan mampu mengatasi sebagian besar rintangan dan tantangan tersebut.
Sebagai pelengkap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berupa deregulasi
dalam bidang perbankan yaitu Paket Oktober 1998 (Pakto 88) yang
mempermudah ijin persyaratan pembukaan cabang, menurunkan reserve
requirement
dari 15% menjadi 2%, sehingga membuka peluang muculnya bank -
bank swasta Nasional baru di Indonesia. Jumlah bank yang meningkat juga
memunculkan produk-produk baru perbankan yang ditawarkan oleh bank untuk
menghimpun dana dari masyarakat serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
1
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan 1997 memberi
dampak terhadap perkembangan perbankan di Indonesia. Salah satu penyebab
krisis ekonomi di Indonesia adalah proses integrasi perekonomian Indonesia ke
dalam perekonomian global yang berlangsung cepat. Faktor lain yang juga
berperan adalah kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari
kerentanan sektor keuangan nasional khususnya sektor perbankan. Kondisi
tersebut diperparah dengan kelemahan yang dimiliki perbankan, diantaranya
adanya sistem pengawasan yang kurang efektif dari Bank Sentral karena belum
dapat mengimbangi pesat dan kompleknya kegiatan operasional perbankan; relatif
lemahnya kemampuan manajerial bank yang mengakibatkan penurunan kualitas
asset produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank; juga kurang
transparannya informasi mengenai kondisi perbankan yang mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu
bank sehingga melemahkan usaha untuk melakukan kontrol sosial dan
menciptakan disiplin pasar. Kegagalan keuangan yang juga merupakan dampak
dari kegagalan ekonomi membuat bank tidak mampu membayar kewajiban
finansialnya pada saat jatuh tempo. Kondisi-kondisi tersebut membuat banyak
bank tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, karena tidak
diketahui lebih awal.
Adanya rintangan dalam kehidupan perbankan mendesak Bank Indonesia
mengeluarkan Surat Edaran no 26/6/BPP tanggal 29 Mei 1992 yang diperbarui
dengan Surat Edaran no 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yang merupakan
2
penyempurnaan tata cara pemikiran tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat
kesehatan bank merupakan penilaian terhadap hasil usaha bank dalam
kurunwaktu tertentu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bank yang sehat
diharapkan akan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga mampu
menjaga kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta mampu memberikan
kontribusi bagi perkembangan perekonomnian nasional.
Sistem penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia meliputi Capital,
Asset, Management, Earning, dan Liquidity
atau yang lazim disebut
CAMEL.Empat dari lima aspek tersebut masing-masing Capital, Asset, Earnings,
dan Liquidity
dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Payamta dan
Machfoedz (1999) meneliti semua aspek dalam rasio keuangan untuk
memprediksi laba perusahaan pada sector perbankan sebelum dan sesuda h
menjadi perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta. Rasio yang digunakan adalah
Capital Adequacy Ratio, Return on Risk Assets, Net Profit Margin, Return on
Assets,
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Rasio
Kewajiban Bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar, dan Rasio Kredit terhadap
Dana yang Diterima. Hal yang sama dilakukan oleh Belvia Hermayanto (2003)
meneliti semua aspek yang ada dalam CAMEL dan menggunakan rasio yaitu
Capital Adequacy Ratio, Return on Risk Assets, Efficiency Ratio, Net Income to
Total Assets, Loans Revenue to Total Revenue Return on Assets, Liquid Assets to
Total Assets. Sampel yang digunakan adalah seluruh bank umum yang beroperasi
di Indonesia. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah ada perbedaan
3
yang signifikan antara bank yang gagal dengan bank yang sehat. Alat analisis
yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah Mann-Whitney dan Wilcoxon.
Dalam penelitian tersebut data yang digunakan adalah laporan keuangan dari
tahun 1993-1999 yang diterbitkan oleh masing- masing bank.
Penelitian yang akan dilakukan peneliti lebih menekankan pada bank-
bank yang sudah go publik yang mempunyai laporan keuangan tahun 1995-1998.
Dengan menggunakan rasio meliputi Capital Adequacy Ratio, Return on Risked
Assets, Return on Assets, Rasio Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional, Earnings Assets to Total Assets Ratio, Loan to Deposit Ratio .
Selanjutnya berdasarkan seluruh rasio tersebut, penulis akan melakukan penelitian
dengan teknik analisis yang sama dengan Belvia Hermayanto (2003) untuk
mengetahui tingkat kesehatan bank sehat dan bank gagal. Rasio mana yang paling
berpengaruh terhadap kebangkrutan bank dan pada tahun berapakah bank mulai
memperlihatkan tanda-tanda kegagalan. Apabila data normal akan digunakan uji t
sedangkan apabila data tidak normal akan digunakan uji Mann-Whitney dan
Wilcoxon.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “ ANALISIS METODE CAMEL UNTUK
MENGUKUR TINGKAT KESEHATAN BANK GO PUBLIK YANG
TERDAFTAR PADA BURSA EFEK JAKARTA “
4
B. Perumusan Masalah.
Bank sebagai bisnis kepercayaan harus mampu memperoleh kepercayaan
dari masyarakat sejalan dengan munculnya bank -bank baru. Tingkat kesehatan
bank sangat diperlukan oleh masyarakat untuk dijadikan dasar menyeleksi bank
yang akan mereka percaya untuk menyimpan dananya atau melakukan jasa
perbankan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis mempunyai
perumusan masalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN
Lebih dari 30 tahun Undang-Undang Pokok Perbankan No.14 tahun 1967
dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk mempertahankan perkembangan
perekonomian nasional. Dalam periode yang cukup panjang tersebut,
perkembangan perekonomian Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat
dengan segala rintangan dan tantangannya. Oleh karena itu pemerintah merasa
perlu untuk menyusun Undang-undang perbankan yang baru yaitu Undang-
Undang No.7 tahun 1992.
Undang-Undang saja ternyata masih belum cukup untuk mengelola usaha
perbankan di Indonesia, sehingga diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang
diharapkan mampu mengatasi sebagian besar rintangan dan tantangan tersebut.
Sebagai pelengkap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berupa deregulasi
dalam bidang perbankan yaitu Paket Oktober 1998 (Pakto 88) yang
mempermudah ijin persyaratan pembukaan cabang, menurunkan reserve
requirement
dari 15% menjadi 2%, sehingga membuka peluang muculnya bank -
bank swasta Nasional baru di Indonesia. Jumlah bank yang meningkat juga
memunculkan produk-produk baru perbankan yang ditawarkan oleh bank untuk
menghimpun dana dari masyarakat serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
1
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan 1997 memberi
dampak terhadap perkembangan perbankan di Indonesia. Salah satu penyebab
krisis ekonomi di Indonesia adalah proses integrasi perekonomian Indonesia ke
dalam perekonomian global yang berlangsung cepat. Faktor lain yang juga
berperan adalah kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari
kerentanan sektor keuangan nasional khususnya sektor perbankan. Kondisi
tersebut diperparah dengan kelemahan yang dimiliki perbankan, diantaranya
adanya sistem pengawasan yang kurang efektif dari Bank Sentral karena belum
dapat mengimbangi pesat dan kompleknya kegiatan operasional perbankan; relatif
lemahnya kemampuan manajerial bank yang mengakibatkan penurunan kualitas
asset produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank; juga kurang
transparannya informasi mengenai kondisi perbankan yang mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu
bank sehingga melemahkan usaha untuk melakukan kontrol sosial dan
menciptakan disiplin pasar. Kegagalan keuangan yang juga merupakan dampak
dari kegagalan ekonomi membuat bank tidak mampu membayar kewajiban
finansialnya pada saat jatuh tempo. Kondisi-kondisi tersebut membuat banyak
bank tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, karena tidak
diketahui lebih awal.
Adanya rintangan dalam kehidupan perbankan mendesak Bank Indonesia
mengeluarkan Surat Edaran no 26/6/BPP tanggal 29 Mei 1992 yang diperbarui
dengan Surat Edaran no 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yang merupakan
2
penyempurnaan tata cara pemikiran tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat
kesehatan bank merupakan penilaian terhadap hasil usaha bank dalam
kurunwaktu tertentu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bank yang sehat
diharapkan akan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga mampu
menjaga kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta mampu memberikan
kontribusi bagi perkembangan perekonomnian nasional.
Sistem penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia meliputi Capital,
Asset, Management, Earning, dan Liquidity
atau yang lazim disebut
CAMEL.Empat dari lima aspek tersebut masing-masing Capital, Asset, Earnings,
dan Liquidity
dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Payamta dan
Machfoedz (1999) meneliti semua aspek dalam rasio keuangan untuk
memprediksi laba perusahaan pada sector perbankan sebelum dan sesuda h
menjadi perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta. Rasio yang digunakan adalah
Capital Adequacy Ratio, Return on Risk Assets, Net Profit Margin, Return on
Assets,
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Rasio
Kewajiban Bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar, dan Rasio Kredit terhadap
Dana yang Diterima. Hal yang sama dilakukan oleh Belvia Hermayanto (2003)
meneliti semua aspek yang ada dalam CAMEL dan menggunakan rasio yaitu
Capital Adequacy Ratio, Return on Risk Assets, Efficiency Ratio, Net Income to
Total Assets, Loans Revenue to Total Revenue Return on Assets, Liquid Assets to
Total Assets. Sampel yang digunakan adalah seluruh bank umum yang beroperasi
di Indonesia. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah ada perbedaan
3
yang signifikan antara bank yang gagal dengan bank yang sehat. Alat analisis
yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah Mann-Whitney dan Wilcoxon.
Dalam penelitian tersebut data yang digunakan adalah laporan keuangan dari
tahun 1993-1999 yang diterbitkan oleh masing- masing bank.
Penelitian yang akan dilakukan peneliti lebih menekankan pada bank-
bank yang sudah go publik yang mempunyai laporan keuangan tahun 1995-1998.
Dengan menggunakan rasio meliputi Capital Adequacy Ratio, Return on Risked
Assets, Return on Assets, Rasio Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional, Earnings Assets to Total Assets Ratio, Loan to Deposit Ratio .
Selanjutnya berdasarkan seluruh rasio tersebut, penulis akan melakukan penelitian
dengan teknik analisis yang sama dengan Belvia Hermayanto (2003) untuk
mengetahui tingkat kesehatan bank sehat dan bank gagal. Rasio mana yang paling
berpengaruh terhadap kebangkrutan bank dan pada tahun berapakah bank mulai
memperlihatkan tanda-tanda kegagalan. Apabila data normal akan digunakan uji t
sedangkan apabila data tidak normal akan digunakan uji Mann-Whitney dan
Wilcoxon.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “ ANALISIS METODE CAMEL UNTUK
MENGUKUR TINGKAT KESEHATAN BANK GO PUBLIK YANG
TERDAFTAR PADA BURSA EFEK JAKARTA “
4
B. Perumusan Masalah.
Bank sebagai bisnis kepercayaan harus mampu memperoleh kepercayaan
dari masyarakat sejalan dengan munculnya bank -bank baru. Tingkat kesehatan
bank sangat diperlukan oleh masyarakat untuk dijadikan dasar menyeleksi bank
yang akan mereka percaya untuk menyimpan dananya atau melakukan jasa
perbankan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis mempunyai
perumusan masalah sebagai berikut: