Pengaruh Gender Dan Tekanan Kepatuhan Terhadap Judgement Auditore

BAB I

PENDAHULUAN


Pada beberapa dekade terakhir ini terdapat penelitian dan

perdebatan panjang yang terjadi dalam masyarakat mengenai gender dalam

lingkungan kerja. Menurut Maupin tahun 1993 (dalam Sri Trisnaningsih,

2004), akuntan wanita mungkin menjadi subyek bias negatif tempat kerja

sebagai konsekuensi anggapan akuntan publik adalah profesi stereotype laki-

laki. Dua penjelasan efek negatif dari stereotype gender pada akuntan publik

wanita adalah situation-centered dan person-centered. Penelitian lainnya

menunjukkan bahwa selama jangka waktu tersebut terdapat peningkatan yang
cukup pesat mengenai peran gender yang dibuktikan dengan banyaknya
jumlah wanita yang menduduki jabatan tinggi di suatu organisasi (Kent dan
Moss, 1994).

Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial

antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan

gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan.

Bidang akuntan publik merupakan salah satu bidang yang tidak terlepas dari

diskriminasi gender. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Walkup dan

Fenzau tahun 1980 (dalam Sri Trisnaningsih , 2004), ditemukan bahwa 41%

responden yang mereka teliti, yaitu para akuntan publik wanita









meningggalkan karier mereka karena adanya bentuk-bentuk diskriminasi

yang mereka rasakan.

Berdasarkan survei American Institute of Certified Publik

Accountant (1988) yang dikutip Samekto (1996), menunjukkan perbandingan

bahwa lebih dari 50% lulusan akuntan adalah wanita. Secara umum, setiap

lulusan fakultas ekonomi akuntansi dapat memilih profesi akuntan dan

auditing. Hal ini juga berlaku pada lulusan akuntan wanita. Penelitian Collins,

Hooks, dan Cheramy menunjukan adanya peningkatan jumlah wanita yang

memilih profesi akuntan publik pada 25 tahun terakhir, dimana mengangkat

isu perbedaaan gender yang berkembang dalam profesi akuntan ini (Samekto,

1996).

Menurut Schwartz 1996 (dalam Sri Trisnaningsih, 2004), bidang
akuntan publik merupakan salah satu bidang kerja yang paling sulit bagi
wanita karena intensitas pekerjaannya. Meski demikian, bidang ini adalah
bidang yang sangat potensial terhadap perubahan, dan perubahan tersebut

dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita. Schwartz juga

mengungkapkan bahwan sangat mudah untuk mengetahui mengapa jumlah

wanita yang menjadi partner lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.

Salah satu alasan yang dikemukakannya adala adanya stereotype tentang

wanita, terutama adanya pendapat yang menyatakan bahwa wanita

mempunyai keterikatan (komitmen) pada keluarga yang lebih besar daripada

keterikatan (komitmen) terhadap karier.








Penelitian terdahulu menemukan bahwa secara psikologi dan

literatur pemasaran menyarankan bahwa gender merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi penampilan auditor dalam memberikan judgement.

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa wanita lebih efisien dan efektif dalam

melaksanakan tugas auditnya dibandingkan pria karena wanita memiliki

kemampuan superior untuk membedakan dan menyatukan dalam suatu

judgment. Selain itu adanya anggapan bahwa akuntan publik adalah profesi

stereotype pria dan perilaku stereotype maskulin merupakan salah satu kunci

sukses dibidang akuntan publik (Samekto, 1996). Menimbulkan adanya

diskriminasi bagi auditor wanita.

Profesi akuntan publik telah dikarakteristikan sebagai profesi yang

memiliki potensi terjadinya konflik (Choo dan Baker, 1997). Berdasarkan
penelitian Chung dan Manroe (2001) mengatakan bahwa dalam kondisi
tingkat tekanan yang rendah audittor wanita kurang akurat dalam memberikan
judgment dibandingkan pria. Sebaliknya, seorang auditor wanita dalam

kondisi tingkat tekanan yang tinggi akan memberikan judgment dalam

kondisi tekanan tinggi. Sementara itu, auditor wanita dalam memberikan

judgment tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi tekanan yang ada.

Saat ini, belum ada bukti riset yang menunjukkan kesamaan tentang

tekanan terhadap auditor walaupun ada bukti tentang tekanan keperluan.

Instruksi yang tidak tepat jarang sekali diberikan secara sengaja, namun hal

ini dapat muncul dari kesalahpahaman antara atasan dan bawahan, contohnya

auditor pada posisi supervisor mungkin terlihat dalam beberapa tugas








sekaligus, sehingga pada waktu memberikan perhatian yang cukup pula dan

pada saat itu mungkin supervisor tentu dengan tanggung jawab penugasan

yang karena sehingga terjadilah intruksi yang tidak tepat ini.

Beberapa tindakan ini dapat diambil untuk menanggulangi masalah

tekanan kepatuhan, contohnya dengan tambahan program pendidikan dan

pelatihan untuk menyelesaikan konflik antar personal dengan teknik yang

memasukkan isu-isu kepatuhan dan menggunakan pemeriksaan prosedur

yang mendetail untuk mengurangi kemungkinan penurunan profesionalisme.

Auditing merupakan suatu profesi yang komplek, dimana hanya

terdapat jumlah yang relatif sedikit dari profesi ini mempunyai derajat

keahlian pada suatu spesialisasi bidang/area tertentu. Profesi auditor diakui

sebagai suatu keahlian bagi perusahaan dan ikatan profesinya. Profesi auditor
mempunyai kedudukan yang unik dibandingkan dengan profesi lain seorang
editor dalam melaksanakan audit bukan hanya untuk kepentingan klien
melainkan juga untuk pihak lain ynag berkepentingan terhadap laporan

keuangan auditan. Profesi ini mendapat kepercayaan dari klien untuk

membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh klien.

Penelitian ini mengambil replika penelitian yang dilakukan oleh

Carolina V.C (2003) yang berjudul “Pengaruh Gender dan Tekanan

Kepatuhan Terhadap Judgment Auditor”. Anggapan yang mengatakan bahwa

profesi akuntan publik adalah profesi sterotipe pria (Samekto, 1996) dalam

penelitian Carolina. Mendorong peneliti untuk mengetahui sejauh mana

perbedaan gender mempengaruhi tekanan kepatuhan auditor terhadap








judgment yang akan diberikan auditor. Hal-hal yang membedakan penelitian

ini dengan penelitian Carolina Vivien Christianti adalah jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian survey sedangkan dalam penelitian Carolina

adalah eksperimen semu. Perbedaan yang lain adalah subyek penelitiannya

yang dipakai yaitu Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Surakarta dan

D.I. Yogyakarta. Perbedaan lainnya adalah penelitian menggunakan variabel

independen gender sedangkan tekanan kepatuhan yang dibagi menjadi tiga

kelompok perlakuan tekanan kepatuhan dengan tujuan untuk meneliti apakah

gender dan tekanan kepatuhan mempengaruhi judgement yang diberikan

auditor adalah variabel dependen.

Dari hasil uraian diatas maka peneliti tertarik untuk menentukan

topik penelitian berkaitan dengan perbedaaan gender dan judgement suatu
auditor terhadap tinggkat kepatuhan auditor. Perbedaan gender yang akan
dibahas adalah tentang bagaimana perbedaan gender dapat mempengaruhi
suatu judgement auditor. Tingkat kepatuhan yang dimaksud adalah apakah

tekanan kepatuhan dapat mempengaruhi suatu judgement auditor.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan judul penelitian

sebagai berikut: “PENGARUH GENDER DAN TEKANAN KEPATUHAN

TERHADAP JUDGEMENT AUDITOR”.








B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut Apakah perbedaan gender dan tekanan kepatuhan

mempengaruhi judgement auditor?



C. Batasan Masalah

Untuk mempersempit suatu permasalah agar tidak terlalu luas dan

menimbulkan banyak persepsi, maka lingkup masalah dalam penelitian ini

terbatas pada perbedaan gender dan tekanan kepatuhan dari seorang klien dan

manajer audit suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) akankah dapat

mempengaruhi suatu judgment yang dibuat auditor.
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut