BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Perkembangan di bidang industri kimia saat ini telah mengembangkan
cara pewarnaan suatu makanan dan minuman. Perubahan pola hidup menjadikan
perubahan pula dalam penambahan substansi dalam makanan.
Bahan tambahan makanan sudah dikenal sejak dulu kala. Penggunaan
garam sebagai pengawet dan rempah-rempah untuk menyembunyikan makanan
basi, telah lazim digunakan selama berabad-abad. Meskipun demikian, sering
dengan perkembangan zaman dan teknologi, penggunaan zat tambahan makanan
juga berkembang pesat. Ironisnya, perkembangan ini penuh dilema, terutama
masalah keamanan penggunaannya. Karena itu tidaklah mengherankan bila akhir-
akhir ini, produsen makanan berlomba memasarkan produknya dengan promosi
bahwa produknya bebas zat tambahan atau hanya mengandung zat warna alami
(Donatus, 1992).
Warna merupakan faktor penentu utama yang dilihat paling awal bila
seseorang memutuskan untuk memilih suatu barang. Makanan atau minuman
yang berwarna akan cenderung lebih banyak dipilih daripada makanan atau
minuman yang tidak berwarna, sebab warna mempunyai daya tarik yang
menampakkan kesegaran suatu minuman atau kematangan suatu produk. Tujuan
pemberian warna oleh produsen adalah untuk memberikan penampilan yang
menarik dengan mengganti warna asli yang dapat rusak oleh waktu, pengolahan,
atau penyimpanan, untuk memberi warna minuman yang tidak berwarna, untuk
menambah intensitas warna asli yang dianggap lemah, serta untuk menjamin
keseragaman produk yang bahan asalnya tidak sama warnanya (Sudarwati. T,
2000)
Dilihat dari manfaatnya zat pewarna sangat efektif dan menguntungkan
bagi produsen dan sebaliknya amat kecil manfaatnya atau bahkan dapat
merugikan bagi konsumen. Sebab penggunaan zat pewarna pada minuman tidak
sepenuhnya aman bagi kesehatan. Untuk menarik minat konsumen, maka
produsen membuat produk minuman dengan warna yang menarik, salah satunya
yaitu sirup. Warna sirup biasanya disesuaikan dengan rasanya atau warna buah
campurannya. Misal sirup nanas atau jeruk berwarna kuning, sirup melon atau
apel berwarna hijau. Seiring dengan kemajuan zaman konsumen menginginkan
suatu produk minuman yang praktis, mudah dibawa dan cara pembuatannya.
Produsenpun menciptakan produk minuman serbuk. Selain praktis, untuk menarik
minat konsumen pada minuman serbuk juga ditambahkan zat pewarna makanan.
Zat pewarna kuning yang biasa digunakan adalah tartrazina. Tartrazina termasuk
golongan zat warna azo. Ehrlich membuktikan bahwa senyawa azo sebagai
senyawa karsinogen. Senyawa karsinogen mempunyai efek fisiologis yang sama
dengan senyawa beracun lainnya, walaupun ada perbedaan penting. Kesamaan ini
terlihat pada beberapa hal seperti persamaan hubungan dosis-respon dan
biotransformasinya (Mulyadi, 1997).
Penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK Menteri
Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73. Tetapi dalam
peraturan tersebut belum dicantumkan tentang dosis penggunaannya dan tidak ada
sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (Winarno,2000). Mengingat
hal tersebut, upaya perlindungan terhadap konsumen agar minuman tersebut aman
dikonsumsi sangat diperlukan. Maka dari itu harus dilakukan pengawasan mutu
dari sirup dan makanan lain yang menggunakan zat pewarna tartrazina. Untuk
menunjang pengawasan mutu tersebut dilakukan penetapan kadar zat pewarna
kuning yang digunakan dalam sediaan berbagai produk sirup dan minuman
serbuk, yaitu tartrazina yang mempunyai batas maksimum 70 mg/L dengan
metode spektrofotometri.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu:
Apakah penggunaan tartrazina dalam beberapa produk sirup dan
minuman serbuk melampaui batas maksimum yang telah ditentukan ?
C. Tinjauan Pustaka
1. Sirup
Sirup terbuat dari gula pasir yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan tertentu, lalu direbus sampai mendidih. Sirup dapat
ditambah dengan aneka rasa dan aroma buah. Warna sirup disesuaikan
dengan buah campurannya, misal sirup nanas atau jeruk berwarna kuning,
sirup melon atau apel berwarna hijau (Tarwatjo, 1998)
2. Minuman serbuk
Produk yang merupakan campuran tepung gula pasir dan atau
rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan (Anonim, 1993).
3. Bahan Tambahan Makanan
Saat ini banyak industri makanan bermunculan. Bahan tambahan
makanan merupakan zat yang biasa ditambahkan oleh para produsen.
Menurut Permenkes RI No.722/MENKES/PER/IX/1988 yang dimaksud
dengan bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan yang biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan,
perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan
makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung
atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas
makanan (Anonim, 2002).
Penggunaan bahan tambahan makanan dibenarkan jika memenuhi
persyaratan berikut :
a. Pemeliharaan kualitas gizi dan bahan pangan
b. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi
kehilangan gizi bahan pangan.
c. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak
mengarah pada penipuan.
d. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan
(Desroiser, 1988).
4. Zat Pewarna Makanan
Pewarna makanan merupakan salah satu dari zat aditif yang biasa
ditambahkan pada makanan. Menurut Permenkes RI 722/MENKES
/PER/IX/1988 yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna makanan. Pewarna
selain menentukan mutu juga memegang peranan penting pada industri
makanan. Biasanya konsumen akan memperhatikan warna makanan
terlebih dulu baru mempertimbangkan nilai gizinya. Warna dan bentuk
makanan yang bagus akan lebih menarik selera dan keinginan konsumen,
meskipun mungkin nilai gizinya kurang dibandingkan makanan yang nilai
gizinya tinggi namun warna dan penampilannya kurang menarik (Anonim,
2002).
Pewarna sebagai salah satu bahan tambahan makanan memegang
peranan vital untuk menarik minat konsumen. Keberadaan pewarna
sintetis yang lebih mudah didapat dan digunakan serta mempunyai
spektrum warna yang luas menyebabkan banyak produsen lebih senang
menggunakan pewarna sintetis daripada pewarna alami. Namun ada
kalanya produsen menyalahgunakan penggunaan pewarna sintetik ini,
misalnya pewarna yang seharusnya tidak untuk mewarnai makanan tetapi
karena murah harganya digunakan untuk mewarnai makanan. Akibatnya
makanan yang seharusnya aman untuk dikonsumsi menjadi berbahaya
bagi kesehatan (Anonim, 2002).
Pengolahan bahan makanan modern, bahan pewarna sering di
tambahkan untuk memperkuat warna asli makanan yang atau merupakan
satu-satunya warna penentu dari makanan tersebut. Pewarna tersebut bisa
berupa bahan sintetik maupun ekstrak zat warna alami yang telah
dimurnikan. Setiap bahan olahan yang diberi warna, maka warna olahan
tersebut dinyatakan artificial atau buatan, tidak tergantung apakah bahan
yang ditambahkan adalah alami atau sintetik. Bahan pewarna tambahan
(additives) dikelompokkan kedalam tiga kategori :
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Perkembangan di bidang industri kimia saat ini telah mengembangkan
cara pewarnaan suatu makanan dan minuman. Perubahan pola hidup menjadikan
perubahan pula dalam penambahan substansi dalam makanan.
Bahan tambahan makanan sudah dikenal sejak dulu kala. Penggunaan
garam sebagai pengawet dan rempah-rempah untuk menyembunyikan makanan
basi, telah lazim digunakan selama berabad-abad. Meskipun demikian, sering
dengan perkembangan zaman dan teknologi, penggunaan zat tambahan makanan
juga berkembang pesat. Ironisnya, perkembangan ini penuh dilema, terutama
masalah keamanan penggunaannya. Karena itu tidaklah mengherankan bila akhir-
akhir ini, produsen makanan berlomba memasarkan produknya dengan promosi
bahwa produknya bebas zat tambahan atau hanya mengandung zat warna alami
(Donatus, 1992).
Warna merupakan faktor penentu utama yang dilihat paling awal bila
seseorang memutuskan untuk memilih suatu barang. Makanan atau minuman
yang berwarna akan cenderung lebih banyak dipilih daripada makanan atau
minuman yang tidak berwarna, sebab warna mempunyai daya tarik yang
menampakkan kesegaran suatu minuman atau kematangan suatu produk. Tujuan
pemberian warna oleh produsen adalah untuk memberikan penampilan yang
menarik dengan mengganti warna asli yang dapat rusak oleh waktu, pengolahan,
atau penyimpanan, untuk memberi warna minuman yang tidak berwarna, untuk
menambah intensitas warna asli yang dianggap lemah, serta untuk menjamin
keseragaman produk yang bahan asalnya tidak sama warnanya (Sudarwati. T,
2000)
Dilihat dari manfaatnya zat pewarna sangat efektif dan menguntungkan
bagi produsen dan sebaliknya amat kecil manfaatnya atau bahkan dapat
merugikan bagi konsumen. Sebab penggunaan zat pewarna pada minuman tidak
sepenuhnya aman bagi kesehatan. Untuk menarik minat konsumen, maka
produsen membuat produk minuman dengan warna yang menarik, salah satunya
yaitu sirup. Warna sirup biasanya disesuaikan dengan rasanya atau warna buah
campurannya. Misal sirup nanas atau jeruk berwarna kuning, sirup melon atau
apel berwarna hijau. Seiring dengan kemajuan zaman konsumen menginginkan
suatu produk minuman yang praktis, mudah dibawa dan cara pembuatannya.
Produsenpun menciptakan produk minuman serbuk. Selain praktis, untuk menarik
minat konsumen pada minuman serbuk juga ditambahkan zat pewarna makanan.
Zat pewarna kuning yang biasa digunakan adalah tartrazina. Tartrazina termasuk
golongan zat warna azo. Ehrlich membuktikan bahwa senyawa azo sebagai
senyawa karsinogen. Senyawa karsinogen mempunyai efek fisiologis yang sama
dengan senyawa beracun lainnya, walaupun ada perbedaan penting. Kesamaan ini
terlihat pada beberapa hal seperti persamaan hubungan dosis-respon dan
biotransformasinya (Mulyadi, 1997).
Penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK Menteri
Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73. Tetapi dalam
peraturan tersebut belum dicantumkan tentang dosis penggunaannya dan tidak ada
sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (Winarno,2000). Mengingat
hal tersebut, upaya perlindungan terhadap konsumen agar minuman tersebut aman
dikonsumsi sangat diperlukan. Maka dari itu harus dilakukan pengawasan mutu
dari sirup dan makanan lain yang menggunakan zat pewarna tartrazina. Untuk
menunjang pengawasan mutu tersebut dilakukan penetapan kadar zat pewarna
kuning yang digunakan dalam sediaan berbagai produk sirup dan minuman
serbuk, yaitu tartrazina yang mempunyai batas maksimum 70 mg/L dengan
metode spektrofotometri.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu:
Apakah penggunaan tartrazina dalam beberapa produk sirup dan
minuman serbuk melampaui batas maksimum yang telah ditentukan ?
C. Tinjauan Pustaka
1. Sirup
Sirup terbuat dari gula pasir yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan tertentu, lalu direbus sampai mendidih. Sirup dapat
ditambah dengan aneka rasa dan aroma buah. Warna sirup disesuaikan
dengan buah campurannya, misal sirup nanas atau jeruk berwarna kuning,
sirup melon atau apel berwarna hijau (Tarwatjo, 1998)
2. Minuman serbuk
Produk yang merupakan campuran tepung gula pasir dan atau
rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan (Anonim, 1993).
3. Bahan Tambahan Makanan
Saat ini banyak industri makanan bermunculan. Bahan tambahan
makanan merupakan zat yang biasa ditambahkan oleh para produsen.
Menurut Permenkes RI No.722/MENKES/PER/IX/1988 yang dimaksud
dengan bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan yang biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan,
perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan
makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung
atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas
makanan (Anonim, 2002).
Penggunaan bahan tambahan makanan dibenarkan jika memenuhi
persyaratan berikut :
a. Pemeliharaan kualitas gizi dan bahan pangan
b. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi
kehilangan gizi bahan pangan.
c. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak
mengarah pada penipuan.
d. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan
(Desroiser, 1988).
4. Zat Pewarna Makanan
Pewarna makanan merupakan salah satu dari zat aditif yang biasa
ditambahkan pada makanan. Menurut Permenkes RI 722/MENKES
/PER/IX/1988 yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna makanan. Pewarna
selain menentukan mutu juga memegang peranan penting pada industri
makanan. Biasanya konsumen akan memperhatikan warna makanan
terlebih dulu baru mempertimbangkan nilai gizinya. Warna dan bentuk
makanan yang bagus akan lebih menarik selera dan keinginan konsumen,
meskipun mungkin nilai gizinya kurang dibandingkan makanan yang nilai
gizinya tinggi namun warna dan penampilannya kurang menarik (Anonim,
2002).
Pewarna sebagai salah satu bahan tambahan makanan memegang
peranan vital untuk menarik minat konsumen. Keberadaan pewarna
sintetis yang lebih mudah didapat dan digunakan serta mempunyai
spektrum warna yang luas menyebabkan banyak produsen lebih senang
menggunakan pewarna sintetis daripada pewarna alami. Namun ada
kalanya produsen menyalahgunakan penggunaan pewarna sintetik ini,
misalnya pewarna yang seharusnya tidak untuk mewarnai makanan tetapi
karena murah harganya digunakan untuk mewarnai makanan. Akibatnya
makanan yang seharusnya aman untuk dikonsumsi menjadi berbahaya
bagi kesehatan (Anonim, 2002).
Pengolahan bahan makanan modern, bahan pewarna sering di
tambahkan untuk memperkuat warna asli makanan yang atau merupakan
satu-satunya warna penentu dari makanan tersebut. Pewarna tersebut bisa
berupa bahan sintetik maupun ekstrak zat warna alami yang telah
dimurnikan. Setiap bahan olahan yang diberi warna, maka warna olahan
tersebut dinyatakan artificial atau buatan, tidak tergantung apakah bahan
yang ditambahkan adalah alami atau sintetik. Bahan pewarna tambahan
(additives) dikelompokkan kedalam tiga kategori :