Pengaruh Pemberian Air Perasan Rimpang Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Begr) Roscoe) Terhadap Berat Badan Tikus Putih Jantan Galur Wistar

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Pengobatan tradisional ialah pengetahuan dan cara pengobatan baik yang

nyata maupun yang tidak nyata, digunakan dalam usaha mengetahui, mencegah

ataupun untuk menghilangkan ketidakseimbangan keadaan fisik, mental ataupun

sosial dan berdasarkan pada pengalaman praktek dan pengamatan yang turun

temurun dari generasi ke generasi baik secara lisan ataupun tertulis (Agoes, 1993).

Pengembangan obat tradisional dewasa ini mendapat perhatian pemerintah

maupun pakar obat-obatan. Salah satu program pemerintah dalam bidang

kesehatan adalah peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu upaya-upaya

yang dilakukan haruslah bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Unsur penting tersebut dapat tercapai jika tersedia obat dalam jumlah yang cukup,

sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, aman penggunaannya, berkhasiat,

tersebar merata, terjangkau oleh masyarakat dan mutu yang memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan.

Pengembangan obat tradisional harus didasarkan pada kepentingan

masyarakat untuk menunjang usaha peningkatan taraf hidup masyarakat dalam

bidang kesehatan. Hal ini perlu dilakukan penelitian secara intensif agar bahan-

bahan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal dan potensi tanaman obat

dapat dibuktikan secara ilmiah. Sehingga penggunaan obat tradisional untuk

pengobatan mempunyai dasar-dasar yang kuat serta dapat dipertanggungjawabkan

(Anonim, 1983).

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila baik organisasi kesehatan

dunia (WHO) maupun pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Depkes telah

menetapkan kebijakan untuk memanfaatkan obat-obat yang berasal dari sumber

alam dan nyata-nyata berkhasiat untuk penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan

masyarakat (Anonim, 1983).

Salah satu problem yang dialami oleh anak-anak adalah kurangnya nafsu

makan. Kurang nafsu makan sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan

tanda dari berbagai penyakit tertentu (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso,

1987). Dalam hal ini kebanyakan orang kurang menanggapi masalah tersebut

secara serius, karena menganggap sebagai suatu penyakit yang ringan tanpa ada

keluhan yang berarti. Tetapi sebenarnya penyakit ini bisa mengakibatkan masalah

yang serius, jika tidak segera diobati, karena bisa menyebabkan penyakit kurang

gizi (malnutrisi). Jika penyakit ini dibiarkan dapat mengakibatkan timbulnya

penyakit lain yang lebih berbahaya. Lebih buruk lagi jika yang mengalami

gangguan nafsu makan adalah anak-anak. Anak-anak dalam masa pertumbuhan

memerlukan makanan dengan gizi yang cukup untuk mendapatkan pertumbuhan

badan yang normal.

Temu putih merupakan tanaman yang masih berada dalam satu genus

dengan temu lawak (Curcuma). Berdasarkan penelitian Sutaryono (1996),

kurkumin yang terkandung dalam temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) berkhasiat

sebagai penambah berat badan. Maka diduga air perasan rimpang temu putih juga

berkhasiat sebagai penambah berat badan.


B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah apakah air perasan

rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) mempunyai efek sebagai penambah berat

badan ?


C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh pemberian air

perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) terhadap asupan

makanan, minuman dan peningkatan berat badan pada tikus putih jantan galur

Wistar.



D. Tinjauan Pustaka

1. Obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan,

bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan

tersebut, yang secara turun temurun telah dipergunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau

perawatan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar yang dilakukan

dengan obat dan pengobatannya berdasar pada pengalaman dan ketrampilan turun

temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat

(Anonim, 1995b). Obat tradisional oleh Departemen Kesehatan diklasifikasikan

sebagai jamu, fitofarmaka, dan Taman Obat Keluarga (TOGA). Jamu adalah obat

yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan atau sediaan

galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang dipergunakan dalam

upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Fitofarmaka adalah sediaan obat yang

telah jelas keamanan dan khasiatnya. Bahan bakunya terdiri atas simplisia atau

sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga sediaan

tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan khasiatnya. TOGA

(Taman Obat Keluarga), dulu disebut sebagai “apotik hidup”. Dalam pekarangan

atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat yang dipergunakan secara

empirik oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan-keluhan yang dideritanya

(Santoso, 1992).

Penggunaan obat tradisional dimaksudkan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat, yaitu dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan

secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Anonim, 1994). Kita tidak

dapat mengatakan bahwa penggunaan obat tradisional adalah sesuatu yang

ketinggalan jaman dan tidak mungkin dipakai untuk mendapatkan kesehatan yang

tepat. Semua obat pada prinsipnya sama, bahkan obat modern pun berasal dari

obat tradisional yang disempurnakan (Agoes, 1993).

Pengembangan obat tradisional perlu dilaksanakan dengan tepat, sehingga

baik keamanan maupun khasiatnya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.

Dalam upaya pengembangan obat tradisonal ini, pemerintah dalam hal ini Depkes

telah menetapkan kebijakan untuk mengembangkan obat tradisional ke arah

fitofarmaka. Kebijakan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa bahan

baku fitofarmaka tersebut dapat berupa simplisia atau sediaan galenik, maka

pengembangan kearah fitofarmaka dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak

terlalu lama. Disamping itu upaya tersebut tidak memerlukan biaya yang relatif

besar (Hargono, 1992).

2. Temu putih

a. Sistematika tanaman temu putih
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut