Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Anak Rawat Jalan Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan aset suatu bangsa, masa depan bangsa tergantung pada

mereka, maka dari itu perlu sekali para orang tua maupun pemerintah

memperhatikan pendidikan dan juga kesehatan. Lebih-lebih di zaman seperti

sekarang ini, penyakit menular ada di mana-mana, salah satunya yaitu penyakit

tuberkulosis atau TBC. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi

juga anak-anak.

Tuberkulosis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, ditandai dengan khas terjadinya pembentukan granuloma dan

nekrosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru, akan tetapi dapat juga meluas

mengenai organ-organ tertentu (Nawas, 1990).

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang paling sering

(sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Gejala TBC antara lain batuk kronis, demam,

berkeringat waktu malam, keluhan pernafasan, perasaan letih, malaisme, hilang

nafsu makan, turunnya berat badan, dan rasa nyeri di bagian dada. Dahak

penderita berupa lendir (mucoid), purulent, atau mengandung darah (Tjay dan

Raharja, 2002).

Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi metode pemeriksaaan

penderita tuberkulosis pun semakin beraneka ragam dan sensitivitas dan spesifitas

yang semakin baik. Pemeriksaaan bakteriologi dianggap cukup memegang

peranan penting sebagai salah satu penunjang utama dalam mengevaluasi hasil

pengobatan maupun dalam penyidikan epidemiologik (Sandjaja, 1992).

Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia

setelah penyakit saluran nafas dan kardiovaskuler, seperti yang ditemukan pada

Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dikerjakan oleh Departemen Kesehatan di

tahun 1995 (Supriyatno dkk, 2002), sehingga harus ditanggulangi secara nasional,

terprogram, dan terpadu. Di pihak lain, menurut perhitungan dalam dekade 1990-

1999 di seluruh dunia akan muncul sekitar 88 juta penderita tuberkulosis yang

baru, dan 35 juta di antaranya berasal dari kawasan Asia Tenggara. Pada dekade

yang sama juga akan dijumpai sekitar 30 juta orang yang meninggal di seluruh

dunia akibat penyakit ini, dan 12 juta di antaranya dari kawasan Asia Tenggara

(Aditama, 1994).

Penyakit tuberkulosis sebagai salah satu penyebab kematian penyakit

infeksi yang terbesar di Indonesia, tampak belum dapat diredakan penyebarannya,

apalagi penyembuhannya secara luas dalam masyarakat luas. Lebih-lebih jika

diingat bahwa hasil kajian para ilmuwan menunjukkan adanya hubungan antara

tuberkulosis dan infeksi HIV atau AIDS, sehingga dunia internasional pun perlu

dituntut perhatiannya (Aditama, 1994).

Penelitian mengenai tuberkulosis anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-

Paru Surakarta juga belum pernah dilakukan sehingga dapat menambah data

tentang penelitian tuberkulosis pada pasien anak, bahan masukan dan gambaran

yang dapat digunakan sebagai pembanding atau evaluasi bagi Balai Pengobatan

Penyakit Paru-Paru Surakarta



B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah seperti apa penggunaan obat TB Paru

pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta

tahun 2003 meliputi jenis obat antituberkulosis, kesesuaian dosis dan lama terapi,

interaksi obat secara teoritik yang terjadi?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penggunaan obat TB paru

pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta

tahun 2003 dengan parameter jenis obat yang digunakan, kesesuaian dosis dan

lama terapi, kajian teoritik terjadinya interaksi obat.

D. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Tuberkulosis

TBC berasal dari kata tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang

dapat mengenai paru-paru manusia, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,

dan bukan merupakan penyakit keturunan. Karena disebabkan oleh kuman, maka

tuberkulosis dapat ditularkan dari sesorang ke orang lain. Bila seseorang penderita

tuberkulosis batuk-batuk misalnya, maka kuman tuberkulosis yang ada di paru-

parunya akan ikut di batukkan keluar, dan bila kemudian terhisap orang lain maka

kuman tuberkulosis itu akan ikut pula terhisap dan mungkin menimbulkan

penyakit (Aditama, 1994).

2. Patofisiologi
Data penularan dari seorang penderita ke penderita lain ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif

hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi penularan penyakit tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penular dianggap tidak

menular (Anonimb, 2002).

Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi

dropplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang

mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TBC adalah daya tahan

tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS

(Anonimb, 2002).

AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala

penyakit yang timbul akibat penurunan daya tahan tubuh manusia. Penyakit ini

disebabkan oleh virus yang secara popular diberi nama Human Immunodeficiency

Virus (HIV). Telah disinggung bahwa datangnya AIDS ternyata membawa

dampak pula pada pola tuberkulosis di dunia ini. Tuberkulosis yang tadinya telah

amat jarang ditemui di negara-negara maju belakangan ini jadi banyak

dibicarakan lagi sehubungan dengan timbulnya tuberkulosis pada penderita AIDS.

Topik tuberkulosis dan AIDS dewasa ini menjadi suatu bahan kajian yang amat

banyak dibicarakan para ahli di seluruh dunia (Aditama, 1994).

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TBC ( Anonimb, 2002). Infeksi primer terjadi sebagian besar pada anak-anak

umur di atas 5 tahun. Sumber penularan berasal dari penderita yang mengeluarkan

kuman, biasanya dengan hubungan yang erat terus menerus (Nawas, 1990).

Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam gelembung paru

(alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan-

benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem pertahanan tubuh yang sehat dapat

memberantas basil dan caranya adalah menyelubunginya dengan jaringan

pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses terselubung (incapsulated)

dan berlangsung tanpa gejala, hanya jarang disertai batuk dan nafas berbunyi

(Tjay dan Raharja, 2002).

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung pada banyaknya kuman yang

masuk dan besar respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya

reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC.

Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister

atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang

bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang

diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan

(Anonimb, 2002).

3. Basil Tahan Asam

Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil, panjang basil hanya sekitar satu

sampai empat mikron dan lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Basil

tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 370C, yang memang

kebetulan sama dengan tubuh manusia. Untuk berkembang biak basil ini

melakukan pembelahan dirinya, dan dari satu basil membelah menjadi dua

dibutuhkan waktu 14 sampai 20 jam lamanya. Kalau dilihat struktur kimia

tubuhnya basil tahan asam terdiri dari lemak dan protein (Aditama, 1994)

Salah satu sifat utamanya ialah sebagai tahan asam, sehingga basil ini

digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Maksudnya, bila basil ini telah

diwarnai maka warna itu tidak akan luntur walaupun ia diberi bahan kimia yang

sifatnya asam, misalnya H2SO4. Hal ini berbeda dengan golongan basil yang lain,

yang bila telah diberi warna maka ternyata warnanya itu akan luntur dengan

pemberian asam. Karena itu, di bawah mikroskop, basil ini akan tampak berwarna

merah karena semula diberi warna merah dengan latar belakang yang biru. Latar

belakang ini semula berwarna merah juga, tetapi setelah diberi asam maka warna

merahnya luntur, sedangkan warna merah pada BTA yang menetap (Aditama,

1994).

4. Bakteriologi

Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung,

tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun

(Anonimb, 2002).

Sputum BTA positif, bila dua kali pemeriksaaan menunjukkan hasil BTA

positif, atau satu kali pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil

pemeriksaaan radiologis sesuai dengan TB paru, atau satu kali sputum BTA

positif dan hasil kultur positif. (Anonin, 2000)

Sputum BTA negatif, bila dua kali pemeriksaaan dengan jarak 2 minggu

dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaaan radiologi sesuai dengan TB paru dan

gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas selama satu

minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati dan pengobatan regimen anti

TB secara penuh. (Anonim,2000)

Seluruh keluarga besar Mycobacterium yang jumlahnya sekitar 40 jenis

itu semuanya bersifat basil tahan asam. Ada yang tumbuhnya lambat, seperti

Mycobacterium tuberculosis, M. africanum, dan M. kansasii. Ada pula yang

tumbuhnya cepat, seperti M. fortuitun dan M. chelonei. Pada penderita AIDS yang

banyak berperan menimbulkan penyakit di paru-paru selain Mycobacterium

tuberculosis adalah yang digolongkan dalam Mycobacterium avium complex

(MAC), yang antara lain terdiri dari Mycobacterium avium dan Mycobacterium

intracellulare. Contoh Mycobacterium lain adalah M. bovis, yang dipakai sebagai

bahan pembuat vaksin BCG guna pencegahan tuberkulosis (Aditama, 1994).

5. Gejala Klinik

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan untuk

menggunakan cara IUAT (International Union Against Tuberculosis) untuk

membaca sediaan karena skala IUAT yang digunakan untuk melaporkan hasil

pemeriksaan jumlah kepadatan kuman secara kuantitatif. (Sandjaja, 1992).

Pada sebagian anak kecil akan menunjukkan gejala-gejala, akan tetapi

kebanyakan tanpa gejala, uji tuberkulin menjadi positif. Kadang-kadang dapat

terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang hebat, sehingga menyebabkan paru

kolaps disertai dengan penekanan pada bronkus dan hilus, fenomena ini disebut

epituberkulosis, keadaan ini akan menimbulkan reaksi hipersensitif parenkim paru

sehingga dapat terjadi kavitas atau efusi pleura (Nawas, 1990).

Diagnosis paling tepat pada anak adalah dengan ditemukannya kuman

TBC pada bahan yang diambil dari penderita, misal dahak, bilasan lambung, dan

biopsy. Karena pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, maka sebagian besar

diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen

dada, dan uji tuberkulin (Anonimb, 2002).

Tanda-tanda yang mencurigakan atau gejala-gejala TBC pada anak

menurut pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis yaitu :
File Selengkapnya.....

Sponsor

Pengikut