BAB I
PENDAHULUAN
Laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan
hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu secara wajar, karena laporan
keuangan memberikan informasi yang relevan bagi para pemakai informasi
keuangan dalam rangka pengambil keputusan ekonomi. Laporan keuangan
yang dihasilkan perusahaan berguna sebagai penghubung pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan, baik eksternal (investor, pemerintah,
kreditur dan sebagainya) maupun pihak internal (manajemen). Seperti yang
diungkapkan Kieso dan Weygandt (1995) dalam Dwiatmini dan Nurkholis
(2001), tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan :
1. Informasi yang berguna dalam keputusan investasi dan kredit.
2. Informasi yang berguna dalam menilai prospek arus kas.
3. Informasi mengenai sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya
itu, dan perubahan dalam sumber daya tersebut.
Tujuan Laporan Kuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi ( SAK 2002, Paragraf : 12 ). Pemakai laporan keuangan
meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi
pinjaman, dan kreditur usaha lain, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-
1
2
lembaga dan masyarakat. Mereka mengunakan laporan keuangan untuk
memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda (SAK 2002,
Paragraf:9).
Menurut Belkaoui (1993) yang dikutip dalam Assih dan Gudono
(2002), Laporan Keuangan merupakan sarana untuk mempertanggung-
jawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Dari
laporan keuangan tersebut salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen adalah laba. Disebut pula dalam Statement of
Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 1 dijelaskan bahwa informasi
laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau
earning power
yang akan datang. Untuk itu dalam penyusunan laporan keuangan seharusnya
alternatif pengukuran akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya untuk
memprediksi peristiwa yang menjadi kepentingan pembuat keputusan (Beaver
et al, 1986 dalam Asih dan Gudono, 2002)
Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi. Praktek perataan
laba menjadi hal penting terutama karena praktik ini dapat menimbulkan
disfunctional behavior (prilaku yang tidak semestinya) yang muncul sebagi
akibat dari konfilk yang timbul diantara pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dengan laporan keuangan perusahaan.
3
Perataan laba terkait dengan konsep earning management. Pengertian
manajemen laba disini adalah manipulasi earning yang dilakukan pihak
manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Manajemen laba dilakukan
oleh manajemen perusahaan untuk mencapai berbagai tujuan, seperti
memperoleh bonus, menghindari pelanggaran perjanjian hutang, dan
menghindari political cost (Watt dan Zimmerman, 1986 dalam Abdullah dan
Halim, 2000).
Perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada
asumsi dalam positive accounting theory bahwa agent (dalam hal ini
manajemen) adalah individual yang rasional yang mementingkan kepentingan
pribadinya. Sesuai dengan asumsi tersebut maka motivasi yang mempengaruhi
pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimumkan
kepentingannya. Sedangkan kepentingan manajer tergantung pada nilai
perusahaan. Dan manajer percaya bahwa pasar mendasarkan pada angka
akuntansi.
Laporan keuangan terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Perubahan Modal dan Laporan Arus Kas. Pada dasarnya semua
bagian dari laporan keuangan ini diperlukan, namun baik pemegang saham,
pemerintah maupun kreditur cenderung lebih memperhatikan laba.
Perhatian seorang investor sering terfokus pada informasi laba tanpa
melakukan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut sehingga mendorong manajer untuk melakukan manipulasi. Bentuk
4
perilaku manajer yang tidak semestinya timbul dalam hubungannya dengan
laba adalah praktik perataan laba (income smoothing).
Perataan laba merupakan kejadian umum yang bertujuan untuk
menciptakan suatu aliran yang stabil selama beberapa periode tertentu atau
dalam satu periode. Oleh karena itu perataan laba dapat didefinisikan sebagai
proses memanipulasi profit waktu earning atau pelaporan earning agar aliran
laba yang dilaporkan perubahannya lebih sedikit (Fudenberg dan Tirole, 1995)
dalam Salno dan Baridwan (2000). Sedangkan Borneo et al (1976) dalam
Dwiatmini dan Nurkholis (2001) mendefinisikan perataan laba sebagai
pengurangan di sengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya
dianggap normal bagi perusahaan. Sementara itu Beidlemen (1973) dalam
Dwiatmini dan Nurkholis (2001) mengatakan bahwa perataan laba merupakan
usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk menekan variasi dalam laba
sejauh yang dimungkinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi. Pada intinya,
praktik perataan laba ini dimaksudkan dapat memberi pengaruh yang positif
bagi kinerja manajer, perusahaan, dan nilai saham.
Scott (1997) dalam Abdullah dan Halim (2000) Manajemen Laba
sering dipertanyakan apakah baik atau tidak, atau boleh atau tidak. Sedangkan
Subramanyam (1996), ada yang berpandangan bahwa income smoothing
bukanlah suatu masalah dalam pelaporan keuangan karena untuk memperbaiki
kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomi perusahaan dan dinilai
oleh pasar yang tidak efisien. Di sisi lain, Manejemen Laba dipandang
5
merupakan tindakan yang harus dicegah, termasuk oleh SEC (Munter, 1999;
Ketz, 1999).
Penelitian yang tidak berhasil membuktikan adanya perataan laba
diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Ilmainir (1993) dalam Salno dan
Baridwan (2000) menguji besarnya perusahaan yang dinilai dari total aktiva
dan rencana bonus dengan sampel perusahaan publik di pasar modal
Indonesia. Sedangkan Ashari, dkk (1994) menggunakan sampel perusahaan
publik di luar negri memberikan bukti besaran perusahaan yang dinilai melalui
total aktiva dan nilai pasar saham tidak berpengaruh terhadap perataan laba.
Dalam Assih dan Gudono (2000), Simpson (1969) menguji hipotesis
bahwa banyak pilihan praktik akuntansi memungkinkan digunakan oleh
perusahaan untuk melakukan manipulasi laba dan selanjutnya menyebabkan
ketidakmampuan investor untuk membandingkan alternatif kesempatan
investasi secara baik dan hasilnya menunjukkan bahwa tindakan manajemen
laba nampak signifikan dan nampak menyesatkan investor. Sedangkan Koch
(1981) menunjukkan bahwa perataan laba lebih banyak dilakukan widely held
company daripada closely held company, manajer lebih melakukan perataan
laba jika biayanya rendah, yaitu, jika tidak mengurangi total earning per
share, dan perataan laba lebih banyak dilakukan dengan artificial variable
daripada real variable.
Bortov (1993) dan Beattie (1994) dalam Assih dan Gudono (2000)
memberikan gambaran rekening yang secara potensial dapat digunakan untuk
melakukan perataan laba antara lain, deviden yang diterima dari
6
unconsolidated subsidiaries, penjualan aktiva tetap dan investasi jangka
panjang, investment tax credit, unusual gain and losses, investment in the
common stock of other firm, transaksi investasi dari non subsidiaries
investment, discretionary accrual, dan extraordinary items.
Penelitian yang dilakukan Abdullah dan Halim (2000) meneliti rasio-
rasio keuangan yang mempengaruhi perataan laba di Bursa Efek Jakarta,
dengan menggunakan enam rasio keuangan (ROI, ROE, LEV, EPS, PER,
PBV) tidak berhasil membuktikan adanya perataan laba.
Yurianto dan Gudono (2002) menyediakan bukti bahwa deviden
payout dan profitabilitas
perusahaan yang melakukan perataan laba lebih
besar daripada rata-rata rasio deviden payout dan profitabilitas perusahaan
yang tidak melakukan perataan laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998) menguji
variabel-variabel independen yang terdiri dari ukuran perusahaan,
profitabilitas, sektor industri dan leverage operasi terhadap perata laba
berhasil membuktikan hanya leverage operasi saja mempengaruhi perataan
laba.
Penelitian ini mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan
Abdullah dan Halim (2000), penelitian Jin dan Machfoedz (1998) dan
penelitian Yurianto dan Gudono (2002) dengan perbedaan meliputi jumlah
dan jenis variabel yang digunakan, yaitu Profitabilitas, Leverage, Earning Per
Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER). Perbedaan selanjutnya adalah
7
sampel yang dipakai merupakan perusahaan non manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode penelitian selama tahun 2000-2002.
PENDAHULUAN
Laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan
hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu secara wajar, karena laporan
keuangan memberikan informasi yang relevan bagi para pemakai informasi
keuangan dalam rangka pengambil keputusan ekonomi. Laporan keuangan
yang dihasilkan perusahaan berguna sebagai penghubung pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan, baik eksternal (investor, pemerintah,
kreditur dan sebagainya) maupun pihak internal (manajemen). Seperti yang
diungkapkan Kieso dan Weygandt (1995) dalam Dwiatmini dan Nurkholis
(2001), tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan :
1. Informasi yang berguna dalam keputusan investasi dan kredit.
2. Informasi yang berguna dalam menilai prospek arus kas.
3. Informasi mengenai sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya
itu, dan perubahan dalam sumber daya tersebut.
Tujuan Laporan Kuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi ( SAK 2002, Paragraf : 12 ). Pemakai laporan keuangan
meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi
pinjaman, dan kreditur usaha lain, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-
1
2
lembaga dan masyarakat. Mereka mengunakan laporan keuangan untuk
memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda (SAK 2002,
Paragraf:9).
Menurut Belkaoui (1993) yang dikutip dalam Assih dan Gudono
(2002), Laporan Keuangan merupakan sarana untuk mempertanggung-
jawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Dari
laporan keuangan tersebut salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen adalah laba. Disebut pula dalam Statement of
Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 1 dijelaskan bahwa informasi
laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau
earning power
yang akan datang. Untuk itu dalam penyusunan laporan keuangan seharusnya
alternatif pengukuran akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya untuk
memprediksi peristiwa yang menjadi kepentingan pembuat keputusan (Beaver
et al, 1986 dalam Asih dan Gudono, 2002)
Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi. Praktek perataan
laba menjadi hal penting terutama karena praktik ini dapat menimbulkan
disfunctional behavior (prilaku yang tidak semestinya) yang muncul sebagi
akibat dari konfilk yang timbul diantara pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dengan laporan keuangan perusahaan.
3
Perataan laba terkait dengan konsep earning management. Pengertian
manajemen laba disini adalah manipulasi earning yang dilakukan pihak
manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Manajemen laba dilakukan
oleh manajemen perusahaan untuk mencapai berbagai tujuan, seperti
memperoleh bonus, menghindari pelanggaran perjanjian hutang, dan
menghindari political cost (Watt dan Zimmerman, 1986 dalam Abdullah dan
Halim, 2000).
Perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada
asumsi dalam positive accounting theory bahwa agent (dalam hal ini
manajemen) adalah individual yang rasional yang mementingkan kepentingan
pribadinya. Sesuai dengan asumsi tersebut maka motivasi yang mempengaruhi
pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimumkan
kepentingannya. Sedangkan kepentingan manajer tergantung pada nilai
perusahaan. Dan manajer percaya bahwa pasar mendasarkan pada angka
akuntansi.
Laporan keuangan terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Perubahan Modal dan Laporan Arus Kas. Pada dasarnya semua
bagian dari laporan keuangan ini diperlukan, namun baik pemegang saham,
pemerintah maupun kreditur cenderung lebih memperhatikan laba.
Perhatian seorang investor sering terfokus pada informasi laba tanpa
melakukan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut sehingga mendorong manajer untuk melakukan manipulasi. Bentuk
4
perilaku manajer yang tidak semestinya timbul dalam hubungannya dengan
laba adalah praktik perataan laba (income smoothing).
Perataan laba merupakan kejadian umum yang bertujuan untuk
menciptakan suatu aliran yang stabil selama beberapa periode tertentu atau
dalam satu periode. Oleh karena itu perataan laba dapat didefinisikan sebagai
proses memanipulasi profit waktu earning atau pelaporan earning agar aliran
laba yang dilaporkan perubahannya lebih sedikit (Fudenberg dan Tirole, 1995)
dalam Salno dan Baridwan (2000). Sedangkan Borneo et al (1976) dalam
Dwiatmini dan Nurkholis (2001) mendefinisikan perataan laba sebagai
pengurangan di sengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya
dianggap normal bagi perusahaan. Sementara itu Beidlemen (1973) dalam
Dwiatmini dan Nurkholis (2001) mengatakan bahwa perataan laba merupakan
usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk menekan variasi dalam laba
sejauh yang dimungkinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi. Pada intinya,
praktik perataan laba ini dimaksudkan dapat memberi pengaruh yang positif
bagi kinerja manajer, perusahaan, dan nilai saham.
Scott (1997) dalam Abdullah dan Halim (2000) Manajemen Laba
sering dipertanyakan apakah baik atau tidak, atau boleh atau tidak. Sedangkan
Subramanyam (1996), ada yang berpandangan bahwa income smoothing
bukanlah suatu masalah dalam pelaporan keuangan karena untuk memperbaiki
kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomi perusahaan dan dinilai
oleh pasar yang tidak efisien. Di sisi lain, Manejemen Laba dipandang
5
merupakan tindakan yang harus dicegah, termasuk oleh SEC (Munter, 1999;
Ketz, 1999).
Penelitian yang tidak berhasil membuktikan adanya perataan laba
diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Ilmainir (1993) dalam Salno dan
Baridwan (2000) menguji besarnya perusahaan yang dinilai dari total aktiva
dan rencana bonus dengan sampel perusahaan publik di pasar modal
Indonesia. Sedangkan Ashari, dkk (1994) menggunakan sampel perusahaan
publik di luar negri memberikan bukti besaran perusahaan yang dinilai melalui
total aktiva dan nilai pasar saham tidak berpengaruh terhadap perataan laba.
Dalam Assih dan Gudono (2000), Simpson (1969) menguji hipotesis
bahwa banyak pilihan praktik akuntansi memungkinkan digunakan oleh
perusahaan untuk melakukan manipulasi laba dan selanjutnya menyebabkan
ketidakmampuan investor untuk membandingkan alternatif kesempatan
investasi secara baik dan hasilnya menunjukkan bahwa tindakan manajemen
laba nampak signifikan dan nampak menyesatkan investor. Sedangkan Koch
(1981) menunjukkan bahwa perataan laba lebih banyak dilakukan widely held
company daripada closely held company, manajer lebih melakukan perataan
laba jika biayanya rendah, yaitu, jika tidak mengurangi total earning per
share, dan perataan laba lebih banyak dilakukan dengan artificial variable
daripada real variable.
Bortov (1993) dan Beattie (1994) dalam Assih dan Gudono (2000)
memberikan gambaran rekening yang secara potensial dapat digunakan untuk
melakukan perataan laba antara lain, deviden yang diterima dari
6
unconsolidated subsidiaries, penjualan aktiva tetap dan investasi jangka
panjang, investment tax credit, unusual gain and losses, investment in the
common stock of other firm, transaksi investasi dari non subsidiaries
investment, discretionary accrual, dan extraordinary items.
Penelitian yang dilakukan Abdullah dan Halim (2000) meneliti rasio-
rasio keuangan yang mempengaruhi perataan laba di Bursa Efek Jakarta,
dengan menggunakan enam rasio keuangan (ROI, ROE, LEV, EPS, PER,
PBV) tidak berhasil membuktikan adanya perataan laba.
Yurianto dan Gudono (2002) menyediakan bukti bahwa deviden
payout dan profitabilitas
perusahaan yang melakukan perataan laba lebih
besar daripada rata-rata rasio deviden payout dan profitabilitas perusahaan
yang tidak melakukan perataan laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998) menguji
variabel-variabel independen yang terdiri dari ukuran perusahaan,
profitabilitas, sektor industri dan leverage operasi terhadap perata laba
berhasil membuktikan hanya leverage operasi saja mempengaruhi perataan
laba.
Penelitian ini mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan
Abdullah dan Halim (2000), penelitian Jin dan Machfoedz (1998) dan
penelitian Yurianto dan Gudono (2002) dengan perbedaan meliputi jumlah
dan jenis variabel yang digunakan, yaitu Profitabilitas, Leverage, Earning Per
Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER). Perbedaan selanjutnya adalah
7
sampel yang dipakai merupakan perusahaan non manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode penelitian selama tahun 2000-2002.